Oplosan, sering kita dengar di tengah-tengah masyarakat. Minuman yang dicampur dengan berbagai bahan kimia yang memabukkan, justru selalu membawa petaka bagi sang peminum. Bahkan mirisnya, maut selalu menjemput mereka yang meminum minuman keras jenis oplosan ini. Baru-baru ini pun tersiar kabar yang kurang baik dari peminum miras oplosan. Dua warga asal Kabupaten Jember tewas usai menenggak minuman keras (miras) oplosan di Kabupaten Tulungagung.
Korban berinisial AN (32) dan NA (30), keduanya merupakan warga Desa Balung Kulon, Kecamatan Balung, Kabupaten Jember. Korban bekerja di sebuah pabrik penggilingan beras di Desa Ngunggahan, Kecamatan Bandung, Kabupaten Tulungagung. Kedua korban membeli alkohol medis kemudian dicampur dengan minuman berenergi. Selanjutnya minuman yang dioplos tersebut dibuat pesta dengan teman-temannya. Salah satu korban meninggal dunia dalam perjalanan saat dirujuk menuju RS Muhammadiyah Bandung, Tulungagung. Sedangkan satu korban lain meninggal setelah sempat mendapat perawatan. Kedua jenazah korban kini sudah dipulangkan ke rumah masing-masing untuk dimakamkan oleh keluarga.
Lalu sebenarnya apa, sih, miras jenis oplosan itu? Mengapa kebanyakan dari mereka berakhir tragis dengan hilangnya nyawa mereka? Apakah rasanya memang seenak itu hingga seseorang tak mampu menoleransi batas kandungan alkohol dan berujung mati?
Mengutip dari klikdokter.com dengan artikel berjudul "Miras Oplosan dan Bahayanya", miras oplosan merupakan campuran antara minuman beralkohol dengan berbagai bahan lain yang dicampur dengan takaran sembarangan sehingga dapat menyebabkan efek samping beragam, yang tersering adalah keracunan. Minuman alkohol yang sering digunakan biasanya adalah vodka, minuman anggur dan bir. Bahan-bahan yang sering dicampurkan adalah spiritus, metanol, minuman berenergi, minuman bersoda, dan obat-obatan.
Meski semua bahan yang digunakan untuk miras oplosan adalah sangat berbahaya, namun pada kenyataannya, masih banyak orang-orang di luar sana yang kecanduan untuk minum miras oplosan. Apa alasannya? Gampang. Oplosan terkenal dengan pembuatannya yang membutuhkan biaya relatif murah ketimbang membeli minuman beralkohol yang dapat dijual di berbagai toko yang mendapat izin legalitas untuk menjualnya. Minuman serbuk berenergi adalah opsi pembuatan miras oplosan termudah karena hanya perlu setidaknya lebih dari sepuluh bungkus minuman serbuk berenergi kemudian dicampur dengan minuman bersoda.
Saya bersama beberapa teman mendiskusikan ini dengan salah satu dosen yang mengajar di Universitas Muhammadiyah Jember. Beliau adalah Ir. H. Mohamad Thamrin, S.P, M.Si, salah satu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang kebetulan juga menjadi pengajar saya dan teman-teman. Dalam menanggapi fenomena oplosan yang masih marak dilakukan sebagian besar orang dewasa maupun remaja, beliau mengemukakan pendapatnya bahwa tubuh manusia tidak dapat menoleransi kadar alkohol yang ngawur, atau dengan kata lain, sembarangan takarannya. Bahkan batas aman mengonsumsi alkohol bagi semua orang itu sebenarnya tidak pernah ada sebab tubuh kita tidak membutuhkan alkohol atau singkatnya, alkohol sama sekali tidak bermanfaat bagi tubuh apabila dikonsumsi. Dalam fenomena tewasnya seseorang akibat oplosan, beliau menuturkan bahwa negara selama ini terlalu membiarkan masalah oplosan ini yang mana ini adalah tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan bagi semua warga dari jangkauan barang haram tersebut.
Lebih lanjut lagi tutur beliau, miras oplosan biasanya dikonsumsi oleh mereka dengan ekonomi rendah. Mereka rata-rata berasal dari keluarga yang tidak menjalankan syariat agama dengan utuh dan menyeluruh atau sama sekali tidak menjalankan syariat agama. Lalu juga peran masyarakat diharapkan untuk tidak apatis dalam menyikapi persoalan miras oplosan, seolah tidak peduli dengan hadirnya oplosan di tengah kehidupan bersosial bermasyarakat dengan berpatokan pada "selagi tidak mengganggu maka tidak masalah". Padahal ini juga menjadi penyakit yang semestinya kita lawan dengan cara menjalankan syariat agama, mengikuti kegiatan agama sesuai keyakinan masing-masing, berbudi yang luhur, dan hidup bersosial bermasyarakat dengan baik.
Namun tak dapat dipungkiri, tewasnya orang-orang akibat oplosan masih terbilang banyak. Contohnya seperti kasus tewasnya tiga orang pemuda asal Kabupaten Sukabumi yang terjadi pada tanggal 24 Juni 2024. Mereka diduga meminum alkohol sebesar 70 persen yang sudah dicampur dengan air mineral dan minuman berenergi. Pandangan saya terhadap berita ini adalah tragisnya tiga pemuda Sukabumi yang tewas setelah menenggak alkohol 70 persen yang dicampur dengan minuman berenergi mengingatkan saya akan bahaya penyalahgunaan alkohol dan pencampurannya dengan zat lain untuk dikonsumsi. Kejadian ini tidak hanya menimbulkan kerugian bagi keluarga korban dan orang-orang terdekat mereka, namun juga pukulan telak bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal serupa pun terjadi di Kabupaten Sumenep pada 18 Februari 2022, tiga orang pemuda tewas setelah menenggak miras oplosan buatan mereka sendiri. Sekali lagi ini menunjukkan bahwa miras oplosan erat eksistensinya di kalangan pemuda. Namun tak henti-hentinya, oplosan membawa mereka menuju ke kematian yang sia-sia.
Lagi-lagi, ini kembali ke persoalan tentang sosial dan agama dalam menyikapi perilaku menyimpang ini. Secara sosial, saya berpendapat bahwa minuman keras jenis oplosan ini harus musnah. Sebab apa? Itu bukanlah hal baik untuk dilakukan dan mirisnya akan ditiru oleh sebagian besar orang di masa mendatang. Mungkin mereka menganggap bahwa oplosan sudah menjadi budaya di kalangan masyarakat yang, dalam tanda kutip, ekonominya rendah. Belum lagi pergaulan dari satu masa ke masa selanjutnya yang makin hari makin merosot akhlaknya, secara tidak langsung menjadi pengingat kita untuk bijak dalam memilih teman dan lingkungan atau kebiasaan.
Maka dari itu, perlu adanya pemberdayaan sumber daya manusia untuk menghilangkan penyakit degeneratif semacam oplosan ini. Pemerintah dituntut untuk andil dalam memerhatikan warganya, terutama dalam aspek moralitas dan kesejahteraan, juga tidak membiarkan mereka untuk terjerumus ke dalam lingkaran setan yang makin hari makin merajalela. Secara agama, saya pikir ini harus menjadi landasan utama seseorang dalam mengedepankan kehidupan yang bersih dan beriman. Mengapa saya katakan bersih dan beriman? Sebab begini. Kehidupan seseorang yang bersih dalam arti mereka terbebas dari kesesatan dalam pergaulan di lingkungan sosial termasuk miras oplosan akan lebih mudah menuntun seseorang untuk tetap menjaga dirinya dalam kebersihan secara lahir dan batin.
Lalu apa kaitannya dengan keimanan?