Lihat ke Halaman Asli

Partha W

Mahasiswa

Menelusuri Dampak Positif dan Negatif dari Penyesuaian Tarif Pajak Hiburan

Diperbarui: 19 Januari 2024   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Memasuki awal tahun 2024, muncul rasa cemas dalam hati para pengusaha di Indonesia. Penyebabnya adalah tingginya pajak hiburan untuk beberapa kategori tertentu, dengan tarif pajak paling rendah 40% hingga maksimal 75%.

Diatas kertas, pajak merupakan sumber pendapatan terbesar bagi pemerintah. Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat (Pasal 1 angka 1 UU KUP). Dari hal tersebut sudah bisa disimpulkan bahwa setiap orang wajib untuk membayar pajak karena paksaan dari undang-undang.

Pajak hiburan menjadi topik yang banyak dibahas di media massa pada awal tahun ini. Pajak hiburan adalah pajak yang dipungut atas penyelenggaraan suatu hiburan, entah itu pertunjukkan, tontonan, permainan, atau keramaian lain yang dinikmati secara berbayar. Objek pajak hiburan antara lain

1. Tontonan film atau bentuk tontonan audio visual lainnya yang dipertontonkan secara langsung di suatu lokasi tertentu

2. Pergelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana

3. Kontes kecantikan

4. Kontes binaraga

5. Pameran

6. Pertunjukan sirkus, akrobat, dan sulap

7. Pacuan kuda dan perlombaan kendaraan bermotor

8. Permainan ketangkasan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline