Lihat ke Halaman Asli

Paryono Yono

Menulis untuk berbagi

Menakar Kesuksesan

Diperbarui: 29 Desember 2018   23:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar dari pixabay.com

Aku duduk di pojokan sambil mendengarkan wejangan Abah, orang yang sudah kuanggap orang tua sendiri.

"Orang harusnya tahu di hari nanti dia akan berhasil atau tidak, meskipun itu cukup ada di hati, tidak perlu diucapkan." ucap Abah.

Kemudian Abah mengibaratkan ketika anak di bangku sekolah.
"Anak yang rajin berangkat sekolah, nilai tugas dan ulangan di atas rata-rata, dan ketika tes akhir ia yakin bisa mengerjakan, anak tersebut pantas optimis lulus, meskipun belum ada pengumuman kelulusan. Keyakinan lulus cukup ada di hati, tidak perlu disampaikan karena tentu akan dianggap sombong. Kesuksesan juga seperti itu, tinggal bagaimana kita mengukur (indikasi-indikasinya)." Ucap Abah dengan lugas.

Pikiran ku pecah, seakan menemukan titik terang di jalan gelap. Ingatanku mengais-ngais kisah orang di sekitarku, mereka ku anggap berhasil mendampingi anak-anaknya pada kesuksesan.

Petani di desaku yang terpencil, seorang sopir pabrik, dan seorang janda, mereka semua tidak lulus SD, pendapatan tidak bisa dikatakan cukup untuk pendidikan anaknya,  apalagi pada saat itu, untuk mendapat beasiswa tidak semudah sekarang, tetapi mereka dapat menghantarkan anak-anaknya menyelesaikan kuliahnya.

Saat ini anak-anak mereka sudah bekerja. Mereka menikmati hari tuanya, anak-anak mereka pun sangat mengerti kebutuhan orang tunya.

Bagiku mereka adalah contoh orang-orang hebat karena dapat membawa anak-anaknya jauh melebihi kondisi mereka, baik dari ekonomi, pendidikan, maupun pengalaman. Bahkan mungkin mereka lebih mampu mengajarkan etika kepada anak-anaknya, dibanding sebagian orang yang kukenal, padahal lebih berpendidikan. Anak-anaknya lulus perguruan tinggi, tetapi tidak ada rasa hormat kepada orang tua.

Cerita perjalanan mereka bertiga mengingatkanku akan surat Ar-Ra'd ayat 29, ayat yang sering Abah singgung.

"Orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, mereka mendapat kebahagiaan dan tempat kembali yang baik." bunyi ayat tersebut.

"Ooo, berarti harus melihat perjalananku kembali, aku mesti menata keimanan dan amal baik". Gumamku.

Meskipun mereka belum tentu tahu menahu mengenai ayat tersebut. Namun menurut kaca mataku, mereka telah melakukannya. Mereka memperbaiki keimanan dengan sholat dan puasanya. Tidak hanya sholat wajib melainkan juga sholat rawatib dan sholat sunah lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline