Kakung, Uti, Kakek, Nenek, semua menunjuk pada orang tua kita yaitu Mbah atau Simbah. Cucu memang sosok yang istimewa bagi Simba. Rasa sayang yang dulu mengalir ke anak, setelah anak diberi momongan, maka tercurah kepada cucunya.
Ketika cucu rewel, anak lah yang kena semprot, bukan cucu. Permintaan apapun akan diberikan yang penting cucunya bahagia. Maka tidak heran jika melihat simbah-simbah yang masih giat bekerja, tujuannya terkadang hanya sekedar dapat membelikan jajan/mainan cucunya. Ketika mereka bisa membelikan untuk cucu, itulah kebahagiaan mereka.
Seperti sebelumnya, liburan kali ini kami berencana ke rumah Simbah. Hari senin depan adalah jadwal yang kami agendakan.
"Kring kring kring" terdengar nada dering hp istri.
"Bapakmu diare ki Nduk, sudah empat kali ke belakang. Bekas operasi ginjalnya juga terasa sakit" Terdengar suara Uti gugup.
"Di periksakan to bu atau dibelikan obat" Jawab istri.
"Ini pada kerja, tidak ada orang." Jawab Uti.
Begitulah kebiasaan keseharian kami. Kakung dan Uti, orang tua dari istri ketika sakit, pasti istri yang pertama dihubungi. Maklum kami lah keluarga terdekat. Apalagi simbah di Batang hanya berdua tanpa sanak famili. Mereka berdua pendatang, keluarga besar hampir semua tinggal di kulon progo, Jogja.
Istriku hanya dua bersaudara. Sedangkan anak pertama tinggal di Bogor. Sebenarnya kami ingin Simbah tinggal di Ungaran, tapi beliau lebih suka tinggal di lingkungan saat ini. Maklum, sudah 30 tahun lebih mereka menetap di sana. Saya pun berpikiran positif saja, mungkin itu cara Tuhan supaya rasa sayang tidak luntur kepada kami.
Selang kurang lebih 3 jam, Uti menelepon kembali.
"Kakung sudah mandek diarenya, tadi ada Lek Samur yang belikan imodium." cerita Uti.