Lihat ke Halaman Asli

BBM Naik Dan Tahun-nya Panas Bumi

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

geopower

Tadi pagi saya membaca sebuah artikel di Kompasiana tentang revisi UU No. 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi. Di penghujung periodenya kali ini, DPR membuat trobosan yang luar biasa di bidang ketahanan akan energi. Untuk  itu saya sebagai orang yang ikut berkecimpung di dunia panas bumi, patut saya sampaikan applause saya kepada bapak-bapak di senayan. Revisi terhadap UU ini memang benar-benar memberikan angin segar di tengah-tengah isu kenaikan BBM. Bisa dikatakan tahun 2014 adalah tahun kebangkitan dari pemanfaatan energi panas bumi di Indonesia.

Kenaikan harga BBM sudah menjadi hal lumrah setiap pergantian kekuasaan. Diluar motif politik dan rakusnya atas uang (penyelenggara negara maupun pengusaha), Indonesia memang sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan BBM sendiri. 700 ribu barel dari 1.5 juta barel kebutuhan BBM adalah hasil impor. Jika dikonversikan dalam anggaran tahunan, negara menanggung anggaran sangat besar yaitu Rp. 282.1 triliun (data tahun 2013), setara seperenam ABPN. Namun sayangnya, anggaran sebesar itu tidak terlalu efektif dalam usaha pengentasan kemiskinan lebih banyak penyimpangan dan salah sasaran.

Maka solusi yang mudah (secara teknis) adalah mencabut subsidi BBM ini, lalu dialihkan kepada sektor-sektor yang lebih produktif seperti pertanian (termasuk perikanan) dan industri manufaktur (yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar). Akan tetapi solusi ini tidaklah mudah, banyak pihak yang mempunyai kepentingan (politik maupun rakus akan uang) tidak setuju dengan ini.

Baiklah seandainya subsidi BBM tidak dicabut, lantas apa solusinya? Pertama. Seperti yang sudah saya singgung di awal, hadirnya angin segar berupa revisi UU No.27 tahun 2003 tentang Panas Bumi ini, maka ke depannya usaha eksplorasi sumber panas bumi akan semakin dipermudah. Sehingga diharapkan ekplorasi besar-besaran akan terjadi. Indonesia memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, mencapai angka 40% atau mencapai 29 GW. Akan tetapi, baru 1.9 GW yang sudah dimanfaatkan untuk menyuplai kebutuhan energi nasional, kalah dengan negara Filipina maupun Islandia yang notabene tidak memiliki sumber panas bumi sebanyak Indonesia. Kedua. Tambah dan percepat pembangunan kilang minyak di Indonesia. Kita secara produksi minyak mentah sebenarnya lebih dari cukup, akan tetapi kapasitas kilang kita hanya mencukupi 800 ribu barel saja. Jadi dengan hadirnya kilang-kilang yang baru seperti di Papua, Nusa Tenggara dan Sumatera maka tidak akan terjadi kelangkaan dan pemborosan anggaran seperti sekarang ini. Ketiga. Bangun dan perbanyak pembangkit-pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan, seperti angin, solar, biodisel dan nuklir. Untuk produksi listrik sekala besar PLTN adalah solusinya. Kita memiliki sumber daya bahan bakar nuklir yang sangat besar. Kandungan uranium di Kalimantan Barat dan torium di Bangka Belitung sangat besar bahkan terbesar di dunia. Sehingga dengan pemanfaatan teknologi breeding reactor memungkinkan kita terhindar dari krisis energi ratusan tahun yang akan datang.

Solusi yang sudah saya sebutkan diatas adalah solusi jangka panjang dan mahal (baik secara ekonomis maupun politik). Sebenarnya ada jalan keluar atau lebih tepatnya jalan menghindar dari permasalahan ini. Mengapa saya katakan jalan menghindar, karena dengan solusi yang akan saya sebutkan nanti, seolah-olah kita hanya sekedar menghindari masalah dengan tanpa menyelesaikan masalah itu sendiri. Sehingga ketika masalah itu tiba-tiba datang, maka siklusnya akan kembali berulang seperti yang sudah-sudah selama ini. Pertama, dengan menaikkan harga BBM. Dengan ini, maka APBN kita tidak terbebani secara langsung. Namun, solusi ini akan berdampak pada kesiapan masyarakat terhadap kenaikan-kenaikan harga pokok yang mengiringinya. Kedua, mengalihkan anggaran lain untuk menambal anggaran subsidi energi. Dan yang ketiga, tambah pinjaman luar negeri. Dua solusi terakhir ini adalah praktek gali lobang tutup lobang. Tidak patut diimplementasikan, tapi akan menjadi pilihan jika pemerintah tidak berani menaikkan harga BBM.

Tidak ada solusi yang menyenangkan segala pihak, jika kita menginginkan negara ini bisa bertahan lebih lama lagi. Pemerintah harus berani mengambil keputusan-keputusan strategis dan jangka panjang, serta harus bersih dan transparan setiap pengelolaannya. Sedangkan rakyat, harus siap untuk mengurangi ketergantungan akan BBM. Mulai memanfaatkan transportasi umum dibanding kendaraan pribadi dan melakukan penghematan dalam konsumsi energi sehari-hari. Kita bisa melakukan ini semua, jika kita mau.

BBM murah itu, hanya kenaikan harga yang tertunda. Soale kalau tidak sekarang naik, besok pasti naik.

sumber gambar ilustrasi dari sini

.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline