Melihat Prabowo Melalui Lensa Times dan Bangkok Post
Times edisi 14 Oktober 2024 memuat esai tentang bagaimana seorang Prabowo akan memimpin Indonesia. Dengan dilatari beberapa kisah kebersamaan Prabowo dengan wong cilik seperti di Angke yang kemudian memotivasinya untuk membangun rumah-rumah sederhana untuk wong cilik dimaksud. Juga diselipkan kisahnya sebagai seorang militer di Kopassus, dan terkhusus di masa mertuanya Soeharto masih berkuasa. Juga dikisahkan darah biru Prabowo mulai dari kakeknya yang adalah pendiri BRI pada masa Belanda, dilanjutkan sang Ayah yang berpindah-pindah ke luar negeri karena berbeda pandangan dengan Presiden Soekarno, hingga masa manisnya bersama Siti Hedijati Soeharto yang adalah puteri Presiden Soeharto. Jadi kisah Prabowo yang ditayangkan Times merefleksikan atas dasar itulah kuranglebih Prabowo akan memimpin Indonesia.
Analisis esai Times edisi 14 Oktober 2024 yang menggambarkan potret kepemimpinan Prabowo Subianto dapat diuraikan dengan melihat beberapa aspek mendasar: (1) narasi biografis, (2) simbolisme identitas, (3) strategi komunikasi politik, dan (4) tantangan serta implikasi bagi kepemimpinan Indonesia ke depan.
1. Narasi biografis : Prabowo dan dimensi personal-politik
Esai ini menekankan aspek personal dan latar belakang sejarah Prabowo yang kompleks, mencakup antara lain koneksi dengan wong cilik. Pengalaman Prabowo di Angke, yang menginspirasi program rumah bagi masyarakat kecil, mencerminkan usaha membangun citra sebagai pemimpin yang memahami akar rumput. Ini menunjukkan Prabowo ingin menghapus kesan ia hanya merepresentasikan elite dan mencoba membumikan kebijakannya dengan keterlibatan langsung bersama rakyat.
Latar belakang militer di Kopassus. Ini menggambarkan Prabowo sebagai figur dengan kedisiplinan dan karakter kuat, yang dianggap siap menghadapi tantangan besar. Namun, keterlibatannya dalam masa-masa Orde Baru di bawah bayang-bayang mertuanya, Soeharto, juga menjadi pengingat kontroversi masa lalu.
Legacy keluarga dan darah biru. Kisah kakeknya sebagai pendiri BRI dan peran ayahnya, Sumitro Djojohadikusumo, yang pernah berselisih dengan Soekarno, menyimbolkan dualitas antara aristokrasi dan oposisi. Ini membentuk citra Prabowo sebagai sosok yang tidak hanya mewarisi kekuasaan tetapi juga pengalaman konflik dengan kekuasaan.
Romantika dengan Siti Hedijati Soeharto (Titiek). Pengalaman Prabowo bersama keluarga Soeharto memperkuat kaitannya dengan Orde Baru, tetapi juga menyiratkan potensi politik dinasti. Hal ini menunjukkan betapa eratnya Prabowo terhubung dengan jaringan elite politik masa lalu.
2. Simbolisme identitas dan pemaknaan sejarah
Esai ini tampaknya membangun narasi Prabowo bukan hanya bagian dari masa lalu, melainkan juga warisan dari elit yang mengalami berbagai dinamika kekuasaan. Ini mengindikasikan kepemimpinannya tidak bisa dilepaskan dari pengalaman historis yang ia lalui - antara kedisiplinan militer, aristokrasi, dan upaya mendekati wong cilik.