Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

MRLB dan Kritik Tajam Ekstrim yang Menggejala Sekarang

Diperbarui: 27 Juni 2024   19:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi angry politician. (Sumber : istockphoto.com)

MRLB dan Kritik Tajam Ekstrim Yang Menggejala Sekarang

Persidangan Mahkamah Rakyat Luar Biasa (MRLB) yang diadakan untuk mengadili sembilan dosa Presiden Joko Widodo merupakan bentuk kritik yang diajukan oleh segelintir warga masyarakat terhadap pemerintahannya. Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menanggapi acara ini dengan menyatakan pemerintah terbuka terhadap kritik dan dukungan. Ari menekankan kritik adalah hal yang lazim dalam negara demokrasi dan dapat berfungsi sebagai masukan konstruktif untuk memperbaiki berbagai bidang pemerintahan.

Ari juga menyoroti di samping kritik, pemerintah menerima apresiasi, dukungan, dan kepercayaan positif dari masyarakat. Sebagai contoh, ia mengutip hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan Jokowi mencapai 75,6 persen. Menurut Ari, perbedaan pandangan dan penilaian terhadap kinerja pemerintah adalah hal yang wajar dalam demokrasi yang sehat, dan penting bagi semua pihak untuk saling menghormati perbedaan tersebut.

Mahkamah Rakyat Luar Biasa sendiri diadakan di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, dan dipimpin oleh beberapa tokoh seperti Nur Khasanah, Sasmito, Romo Kristo, Anita Wahid, Asfinawati, Nurhayati, Ambrosius S Klagilit, Lini Zurlia, dan Nining Elitos. Persidangan ini menjadikan Presiden Joko Widodo sebagai pihak tergugat.

Acara seperti MRLB menunjukkan adanya dinamika deviatif, di mana anggota masyarakat kita sekarang dapat secara terbuka selebar-lebarnya mengemukakan kritik terhadap pemimpin negara. Benar itu cermin demokrasi di Indonesia memberikan ruang bagi kebebasan berekspresi segila mungkin dan hak untuk menyuarakan pendapatnya apapun itu. Namun harus dipastikan kritik yang disampaikan didasarkan pada fakta dan dilakukan dengan cara yang konstruktif, demi kemajuan dan perbaikan bersama.

Yang disayangkan fenomena kritik tajam ekstrim ini berkaitan erat dengan masalah kekalahan Pilpres 2024 yang baru lalu, dimana Prabowo mengalahkan Ganjar dan Anies. Bukti forensiknya apalagi kalau PDIP yang merasa dikalahkan dan merasa malu karena tidak lagi bersama kader terbaiknya Jokowi. Jejak digital semua itu dapat kita lihat dalam sosok  merah PDIP dalam segala bentuk kemarahannya.

Its Ok dalam konteks politik kontemporer Indonesia. Setelah Prabowo Subianto mengalahkan Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan, situasi politik terkesan menjadi lebih tegang, terutama bagi partai-partai dan kelompok-kelompok yang merasa dirugikan atau kalah.

Rasa malu, kecdewa dan frustrasi PDIP karena kekalahan Ganjar dan tidak lagi bersama Jokowi, ini menjadi landasan pijak untuk memicu berbagai reaksi, termasuk kritik ekstrim terhadap pemerintah yang mungkin dianggap sebagai cara melampiaskan ketidakpuasan itu.

Asumsi ini masih spekulasi besar memang. Tapi kalau dilihat dari fenomena seorang Hasto selama ini, sehingga fenomena Anies dan Ganjar yang memburu keadilan di Persidangan Pilpres 2024 di MK, ini tentu masih memerlukan uji korelasi, karena politik di negeri ini seringkali melibatkan banyak faktor dan dinamika yang kompleks. Muhtadi, Qodari dan Adi Prayitno bahkan Bambang Pacul dari PDIP sudah bekoar tentang itu. Jangan lawan orang baik, sebab anda akan kalah, kata Pacul.

Kritik terhadap pemerintahan Jokowi bisa saja muncul dari berbagai kalangan dan tidak selalu terkait dengan hasil Pilpres. Kritik bisa bersifat substantif, terkait dengan kebijakan dan kinerja pemerintah, bukan hanya karena faktor politk atau emosi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline