Tapera Solusi Tapi Perlu Transparansi dan Kejelasan
Masalah Tapera semakin memanas ketika Wakil Ketua Komisi VIII DPR Rieke Diah Pitaloka mendesak pemerintah membatalkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Siapapun akan mengakui masalah perumahan di negeri ini sangatlah penting, Yang soal adalah "ketidakwajaran", dimana kalau kemanapun kita ke kota besar dan medium bahkan ke kota kecil, kita akan melihat pemandangan rumah kumuh dimana-mana.
Yang paling mengerikan dari pemandangan itu adalah ketika berada di DAS. Ya ampun sampai di bibir DAS pun ada rumah kumuh. DAS yang seharusnya bebas dari pemukiman liar malah menjadi sarang penyakit, karena jelas-jelas limbah rumahtangga termasuk "lele bawaan lahir manusia" akan berkubang di DAS itu semuanya.
Kelahiran Tapera now setelah Bapertarum di masa Orba sama saja. Apalagi ketika pers mengipasi bahwa Bapertarum tak pernah menghasilkan apapun, kecuali raibnya uang rakyat di masa lampau. Bagaimana rakyat mau bisa percaya badan serupa yang sekarang bernama Tapera.
Besaran dana yang dikeluarkan karyawan untuk iuran Tapera pun semakin merepotkan wong cilik saja.
Kita lihat persentase hitungan iuran Tapera yi 3% dari gaji bulanan (2,5% dibayarkan karyawan, 0,5% dibayarkan perusahaan).
1. Iuran Tapera berdasarkan gaji Rp 3.000.000 per bulan
Dibayar pekerja 2,5 persen dari Rp 3.000.000 = Rp 75.000
Dibayar pemberi kerja 0,5 persen dari Rp 3.000.000 = Rp 15.000