Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Menelisik Gerungan Rocky dalam Perdebatan di Ruang Publik

Diperbarui: 25 April 2024   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Kejengkelan. Foto : id.quora.com

Menelisik Gerungan Rocky Dalam Perdebatan di Ruang Publik

Apakah logika bisa dibenarkan dalam mengatakan bahwa putusan hakim MK belum lama ini mengenai sengketa Pilpres merupakan jenis keputusan yang hanya melihat kilauan dari black letter of law. Bahwa Hakim MK itu nalarnya nggak benar, bahwa Hakim tsb tidak sekolah atau sekolah tapi otaknya tidak cukup bercahaya dibanding cincinnya.

Itulah pendapat intelektual gaya bebas Rocky Gerung belum lama ini di media tv nasional kita yang dipandu oleh Aiman Wicaksono.

Bagaimanapun jengkelnya kita terhadap nalar pokrol bambu seperti ini, kita harus dapat menelisiknya lebih jauh, apakah ybs kurang bahagia semasa kecil, atau karena dia masih bujang lapuk, karenanya dia tak terlalu memikirkan apakah semburan kata-kata seperti itu dalam perdebatan akan dicermati sesama intelektual, atau malah ada pihak yang sengaja menyukainya karena ada kepentingan tertentu di balik kesukaan itu.

Masalahnya kita tak terlalu percaya seorang Rocky dapat memahami betapa rumitnya sengketa Pilpres itu, karena sejauh yang dapat diamati Rocky tak pernah beringsut dari penggunaan bahasa yang menyinggung.

Sementara sengketa Pilpres adalah isu yang kompleks dan multidimensi. Putusan MK tentu didasarkan pada pertimbangan hukum yang matang dan menyeluruh, mempertimbangkan berbagai bukti dan argumen yang diajukan oleh semua pihak yang terlibat.

Pernyataan Rocky yang menggunakan kata-kata seperti "otaknya tidak cukup bercahaya dibanding cincinnya" tidaklah konstruktif dan berpotensi menyinggung pihak-pihak tertentu.

Mengapa Rocky tidak fokus pada analisis mendalam terhadap putusan MK dan argumen hukum yang mendasarinya. Bukankah ia dapat menggunakan forum diskusi yang sehat itu untuk bertukar ide dan sudut pandang secara konstruktif. Mengapa hampir semua peserta debat terpaku pada Rocky dan tidak mencoba mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya terkait putusan MK dan sengketa Pilpres secara keseluruhan.

Publik di negeri ini tahu seorang Rocky Gerung adalah sosok yang harus menang dalam sebuah perdebatan dengan logika semantik, rhetorika dst. Akibatnya cukup fatal karena kalangan tertentu memanfaatkannya yang penting Rocky dapat mematahkan lawan debatnya dengan logika bla-bla-bla.

Bagaimana menetralisir cara berpikir orang seperti ini, sebab kalau nggak teratasi dia akan semena-mena mengatakan Presiden itu tolol, atau akhli jantung itu salah, atau lawyer itu bukanlah ahli hukum melainkan tamatan Fakultas Undang-Undang dst dst.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline