Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Menelisik Kecenderungan Bunuh Diri Dokter Spesialis

Diperbarui: 29 April 2024   19:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: Dokter Spesialis. (Sumber: KOMPAS/SPY)

Menelisik Kecenderungan Bunuh Diri Dokter Spesialis di Negeri Ini

Kita prihatin mendengar kabar langsung dari Presiden Jokowi bahwa ada temuan ratusan peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang mengalami depresi sampai memiliki keinginan bunuh diri. 

Pemerintah kata Presiden telah berupaya meminimalisir hal tsb dengan revisi Undang-Undang Kesehatan yang disahkan belum lama ini. Adanya revisi tsb, akan mempermudah dokter untuk menjalani program spesialis.

Ini berawal dari survei tentang PPDS di 28 RS vertikal pendidikan bagi 12.121 PPDS. Dan hasil survei, skrining awal menemukan ada 2.716 PPDS yang mengalami gejala depresi, 1.977 di antaranya mengalami depresi ringan, 486 depresi sedang, 178 orang mengeluh depresi sedang sampai berat, dan 75 orang mengalami depresi berat.

Program studi yang melaporkan calon dokter spesialis dengan gejala depresi terbanyak teridentifikasi di lima program studi berikut : Ilmu Penyakit Mulut (53,1 persen); Ilmu Kesehatan Anak (41,3 persen); Bedah Plastik (39,8 persen); Anestesiologi (31,6 persen).

Ini adalah isu yang memprihatinkan, mengingat Presiden terpilih Prabowo Soebianto telah menegaskan semasa kampanye kepresidenan bahwa program kedokteran dan layanan kesehatan di negeri ini akan diperbaikinya. 

Revisi Undang-Undang Kesehatan yang baru disahkan memang diharapkan dapat membantu meminimalisir hal tsb dengan mempermudah dokter untuk menjalani program spesialis

Depresi adalah masalah kesehatan mental yang kompleks dengan berbagai faktor penyebab. Kesulitan dalam menjalani program spesialis di Indonesia mungkin menjadi salah satu faktor pemicunya, tetapi tidak dapat diartikan sebagai satu-satunya penyebab.

Terkait hasil survei, meski ditemukan hubungan antara program studi tertentu dengan depresi berat dan dorongan bunuh diri pada PPDS, penting untuk diingat bahwa korelasi tidaklah sama dengan kausalitas. Artinya, temuan ini tidak menunjukkan bahwa program studi tsb secara langsung menyebabkan depresi atau dorongan bunuh diri.

Berdasarkan pengamatan dan input dari sejumlah interaksi dengan dunia medik di kota Jakarta dan Malang, saya pikir ada sejumlah kemungkinan yang dapat menjelaskan mengapa program studi Ilmu Penyakit Mulut, Ilmu Kesehatan Anak, Bedah Plastik, dan Anestesiologi memiliki proporsi PPDS dengan depresi berat dan dorongan bunuh diri yang lebih tinggi :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline