Kopi Arabika Batak Saatnya Kembali ke Nama Semula Kopi Sigararutang
Ketika jenis Kopi Arabika pertama kali diperkenalkan pada awal 1980-an, petani di Tapanuli Utara, Sumut, menanamnya dengan ragu-ragu.
Tapi dalam perjalanan waktu karena setiap panen tak pernah tak laku terjual kepada para tengkulak, maka tanaman ini menyebar dengan cepat ke seluruh Tano Batak. Kopi jenis Robusta pun mulai tersingkir.
Hal ini membuktikan Kopi Arabika Batak laris-manis di pasar dunia.
Petani "senen-kemis" di wilayah ini pun gembira, meski tak pernah tahu bahwa kopi mereka sudah mendunia seperti itu.
Mereka sungguh tertolong, karena Kopi Sigararutang tak pernah rewel. Tano Batak ternyata habitat yang cocok untuknya. Tiap bulan terus-menerus sepanjang tahun para petani dengan santai tinggal memetik buahnya saja dari tanaman istimewa yang sangat produktif ini.
Begitu hasil panen terjual, maka utang mereka kiri-kanan pun terbayar. Itulah asal-muasal penamaan Kopi Sigararutang.
Karena Kopi Sigararutang berpostur pendek, khas Kopi Arabika Tano Batak, dengan tinggi max 2 m dan jari-jari percabangan 1,5 m, maka nama pelawak Ateng yang berpostur pendek dan jenaka itu pun dioper menjadi nama bekennya kedua yang juga sangat memasyarakat yi Kopi Ateng.
Kopi Arabika Batak yang sudah banyak dipelintir dengan macam-macam nama tak jelas seperti Kopi Lintong, Kopi Toba, Kopi Sidikalang dll, sudah saatnya kembali ke nama semula, yaitu Kopi Sigararutang. Itu adalah langkah terpenting now untuk membedakannya dengan kopi Arabika dari daerah lainnya.
Nama Sigararutang mencerminkan sejarah dan keunikan kopi ini, yang mampu membantu para petani "senen-kemis" di Tano Batak melunasi utang mereka.