Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Pertemuan Biden-Xi : AS tetap Menggunakan Idiom Lama

Diperbarui: 17 November 2023   17:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping berfoto bersama. Foto :  reuters.com

Pertemuan Biden-XI : AS tetap Menggunakan Idiom Lama

Joe Biden mengklaim pertemuan puncaknya dengan Xi Jinping belum lama ini telah membawa kemajuan besar, termasuk perjanjian untuk membatasi perdagangan narkotika, memulihkan jalur komunikasi militer, dan mulai membicarakan risiko global yang ditimbulkan oleh AI atau kecerdasan buatan.

Hanya saja setelah lebih dari empat jam perundingan di sebuah rumah mewah di luar San Francisco, pertemuan tersebut tidak membawa AS dan China lebih dekat mengenai nasib Taiwan. Pertemuan kali ini adalah "pertemuan terbesar" kedua negara dan paling berpotensi berbahaya sejauh menyangkut masalah Taiwan.

Biden sendiri berisiko menggagalkan beberapa upaya yang telah dilakukan dalam pertemuan puncak tersebut, dengan memberikan tanggapan spontan terhadap pertanyaan wartawan di akhir konferensi pers, yang mana Biden menegaskan dia masih memandang Xi sebagai seorang diktator, dalam artian dia adalah orang yang menjalankan negara komunis yang didasarkan pada bentuk pemerintahan yang sama sekali berbeda dari kita, demikian Joe Biden.

Tatanan dunia terus berubah, dan isu-isu global seperti perubahan iklim, pandemi, dan keamanan internasional semakin penting. Kerjasama antara negara-negara besar, termasuk China dan AS, sangat penting untuk mengatasi tantangan global ini. Pandangan Biden terhadap Xi Jinping dapat mempengaruhi kemungkinan kerjasama AS-China.

Meski Biden mengkritik Xi Jinping, diplomasi seyogyanya tetaplah menjadi sarana untuk mencari solusi terhadap perbedaan pendapat dan mendorong kerjasama.

Tren global terkait dengan demokrasi dan otoritarianisme juga memainkan peran penting disini. Jika ada pergeseran lebih besar menuju otoritarianisme, pandangan Biden mungkin mendapat dukungan lebih luas. Sebaliknya, jika tren menuju demokrasi di negara-negara totaliter yang diwakili China dan Rusia lebih kuat, pandangan yang kontroversial semacam ini mungkin tak relevan. Terbukti semakin banyak negara berkembang yang sedang mencari jatidiri sekarang merapat ke BRICS yang dirintis China dan Rusia.

Perubahan dalam kebijakan internal China, baik dalam hal hak asasi manusia, kebebasan berpendapat, atau reformasi politik, dapat mempengaruhi pandangan internasional terhadap rezim China. Indonesia dan Arab Saudi sebagai contoh adalah negara yang rajin berkunjung ke China. Tidaklah mungkin orang mau bertandang ke negeri yang dicengkeram regime represif.

Yang pasti pandangan dan kebijakan luar negeri bisa berubah seiring waktu berdasarkan perkembangan politik dan peristiwa global. Karenanya, relevansi pandangan Biden terhadap Xi Jinping harus dievaluasi secara dinamis sesuai dengan perubahan situasi internasional dan hubungan bilateral.

Dalam perjalanan waktu sistem politik dan ekonomi barat juga terkesan kuat sudah mix, misalnya kaum Demokrat di AS yang pro Hak Asasi Manusia dan Neo Liberalisme. Ini sudah tercampur dengan keaslian sistem barat. Demikian juga regime totaliter seperti China dan Rusia. Meskipun di mata dunia barat mereka terkesan diktatorial, tapi pendekatan perekonomiannya sudah mirip barat, sementara sistem politiknya tetap mengutamakan dewan-dewan rakyat di semua bagian negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline