Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Grace Natalie Louisa Calon Menteri Kabinet Mendatang

Diperbarui: 6 Oktober 2023   15:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Grace Natalie Louisa Wakil Ketua Dewan Pembina PSI. Foto : en.m.wikipedia.org

Grace Natalie Louisa Calon Menteri Kabinet Mendatang

Grace Natalie Louisa kelahiran Jakarta 4 Juli 1982 (41 tahun) adalah mantan pembaca berita dan jurnalis televisi, pendiri dan pemimpin pertama Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ia memegang pimpinan partai dari 16 Nopember 2014 -- 16 Nopember 2021, lalu digantikan Giring Ganesha, dan akhir September lalu Giring digantikan oleh Kaesang Pangarep.

Teater politik Indonesia ketika PSI lahir memang sedang terimbas politik identitas yang sebetulnya hantu yang sengaja dibangunkan oleh sejumlah politisi yang mau cari gampangnya dalam exercise of power di negeri ini. Sebagai contoh kebebasan beragama mulai menghadapi tekanan dari kalangan fundamentalis.

PSI didirikan pada tahun 2014 dan resmi terdaftar sebagai partai politik pada tahun 2016. Tujuan PSI, sebagaimana dijelaskan dalam dokumen pendirian partai, adalah mempromosikan nilai-nilai demokrasi, hak asasi manusia, kebebasan beragama, dan prinsip-prinsip liberal. Partai ini muncul dengan pesan kebebasan, kesetaraan, dan keadilan sosial.

Membombardir politik identitas tentu tak mudah. PDIP saja yang merupakan partai nasionalis tertua belum sanggup meretas jalan kesitu bagaimana agar negeri ini benar milik semua orang yang mencintai dan menghormati keanekaragaman. Gerindra malah telah melakukan blunder dengan merangkul kalangan ekstrimis fanatik dalam rangka pemenangan Pilpres 2014 dan 2019. Toh dengan cara brutal seperti itupun PDIP tak terkalahkan juga. Itulah yang membuat Jokowi melenggang bebas dua perode menjadi Presiden RI.

Komunitas politik Indonesia yang heterogen, melahirkan banyak politisi yang heterogen juga. Mending kalau heterogenitas itu dibarengi dengan pandangan dunia yang sama-sama modern. Ini boro-boro, masalah gender pun saat itu belum teratasi dengan baik, meski ada perempuan yang menjadi menteri di Kabinet Jokowi. Apalagilah kebebasan beragama. Sesama Islam yang mayoritas saja, kelompok Ahmadijah dan Syiah masih dipersekusi. Belum bisa misalnya seperti Kristen, yang membiarkan kehadiran Saksi Jehova dan Mormon, meski keduanya bukanlah Kristen.

Kuranglebih seperti itulah yang dihadapi Grace yang mencoba mewakili kalangan milenial yang belum tersuarakan ketika itu. Ia sudah membuka jalan memang, tapi belum sampai pada pendobrakan akar politik identitas dan bagaimana agar kesamaan gender benar-benar bisa menjadi praksis dalam kehidupan sehari-hari. Yang berjalan konstan adalah gaya egaliter PSI. Itulah legacy Grace yang sangat berharga saat ini.

Kita lihat misalnya pergantian kepemimpinan dari Grace ke Giring Ganesha. Itu berjalan aman-aman saja tanpa ada kubu ini dan kubu itu yang menggambarkan pertengkaran sengit dalam peralihan kekuasaan di internal PSI.

Di bawah Giring, PSI jelas menghadapi tantangan bagaimana agar mereka bisa duduk di parlemen. Ini soal kiat. Lalu Giring mencoba menggebrak dengan dengan mengusung beberapa caleg milenial yang berasal dari artis. Apalagi Giring adalah mantan musisi terkenal. Ini tentu menarik, karena masing-masing artis mempunyai pengikutnya sendiri. Setidaknya ini adalah kiat lama yang masih ampuh yi "tail coat effect" dari seorang influencer.

Terobosan PSI

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline