Artificial Intelligence : Apa bukan Siapa
Dalam fenomenologi Edmund Husserl, "Noema" adalah makna yang kita berikan pada objek suatu pemikiran melalui "rasa" persepsi yang terarah yang mewakili realitas dalam pikiran kita.
Istilah ini merujuk pada aspek mental atau intelektual dari pengalaman atau persepsi subjektif seseorang. Noema adalah apa yang ada dalam pikiran atau kesadaran seseorang ketika mereka mengalami atau mempersepsi objek atau fenomena di dunia.
Untuk lebih memahaminya, pertimbangkan contoh sederhana, ketika Anda melihat sebuah Apel, Noema adalah apa yang ada dalam pikiran Anda tentang Apel tsb. Ini bisa mencakup berbagai aspek seperti warna, bentuk, tekstur, rasa, dan semua informasi lain yang Anda peroleh dari pengalaman visual dan sensorik Anda terhadap Apel tsb. Dengan kata lain, Noema adalah cara pikiran Anda merespons dan memahami objek atau fenomena tertentu.
Dalam fenomenologi, Noema adalah konsep yang berkaitan dengan pengalaman subjektif, sehingga setiap individu dapat memiliki Noema yang berbeda-beda meskipun mereka mengalami objek yang sama. Konsep ini membantu dalam memahami bagaimana individu memproses dan menginterpretasikan dunia di sekitar mereka melalui lensa kesadaran subjektif mereka.
Tindakan mental yang penuh niat ini, untuk mengambil apa yang kita ketahui dan menerapkannya pada pengalaman yang terungkap baginya, adalah inti dari kesadaran.
Untuk mengeksplorasi lebih jauh gagasan tsb dalam konteks kontemporer apakah dan bagaimana cara manusia memahami dunia di sekitarnya dapat menjadi mesin berkualitas melalui mesin kecerdasan buatan.
Sudah cukup banyak esai yang ditulis oleh para ahli teknologi dan filsuf terkemuka yang menunjukkan kemajuan kita dalam mencapai Artficial Intelligence atau Kecerdasan Buatan atau AI secara umum, setidaknya sejauh kita memahami apa yang telah kita temukan tentang apa yang membedakan pikiran kita dengan kecerdasan buatan kita sendiri.
Inti dari perdebatan ini, menurut Yann LeCun, kepala ilmuwan AI di Meta, dan Jacob Browning, seorang peneliti post doctoral di NYU, ada dua visi berbeda mengenai peran simbol dalam kecerdasan, baik biologis maupun mekanis. Ada yang berpendapat penalaran simbolik harus dikodekan sejak awal, dan pihak lain berpendapat hal itu dapat dipelajari melalui pengalaman oleh mesin dan manusia. Oleh karena itu, taruhannya bukan hanya pada cara yang paling praktis ke depan, namun juga bagaimana kita harus memahami kecerdasan manusia, dan dengan demikian, bagaimana kita harus mencapai kecerdasan buatan pada tingkat manusia.
Dari Jaringan Neural Hingga Penalaran Simbolik