Jabodetabek, khususnya Jakarta, sejak bulan lalu sudah terserang iklim panas yang luarbiasa. Tapi ini adalah gejala umum, masalahnya banyak wilayah di muka bumi ini juga begitu, kecuali di daerah Arctic dan Antartika.
Itu pun permukaan gunung es-nya semakin menurun karena meleleh terdampak kebocoran lapisan ozone yang sudah cukup lama dikhawatirkan para akhli.
Bagaimana dengan pandemi Covid-19. Meski status pandemi sudah resmi dicabut pemerintah pada 9 Juni lalu, yang berarti tercabut pula aturan penggunaan masker baik di dalam maupun di luar ruangan, atau ketika kita melakukan perjalanan dalam maupun luar negeri.
Tapi kenyataannya masih ada sejumlah penyedia jasa transportasi seperti KAI dan penerbangan yang tetap bersikukuh dengan pengenaan masker, bahkan di perbankan, para petugas masih melotot memperingatkan agar nasabah tetap bermasker.
Apakah ini normal baru bahwa masker sebaiknya tetap digunakan, dibarengi rajin cuci tangan dengan sabun pembersih sesudah melakukan aktivitas di luaran, rajin menjaga jarak dalam berinteraksi dengan siapapun dst.
Tak mudah menjawabnya, karena sejauh ini para akhli yang berkompeten untuk itu belum banyak yang bicara.
Suhu panas luarbiasa di Jakarta dan sekitarnya saat ini, tak ada tali temalinya dengan pandemi Covid-19. Itu hanya bertalitemali dengan pemanasan global, karena polusi industri dan kenderaan ber-bbm, Juga bertalitemali dengan penghijauan kota yang tak semua mulus.
Kampus UI di Depok misalnya yang tadinya punya hutan buatan di kantong-kantong tertentu, karena adanya perluasan bangunan ini itu, terpaksa hutan buatan itu dipangkas, dan selebihnya pemangkasan pohon-pohon kanopinya banyak yang tak benar.
Maklum tukang pangkasnya bukan profesional, melainkan pekerja biasa yang tak tahu bahwa yang dipangkas seharusnya adalah cabang-cabang pohon yang tak perlu, bukannya menebas hampir separuh dari ketinggian pohon kanopi itu, sehingga ke depannya pertumbuhan cabangnya malah jadi amburadul nggak keruan, atau pohon itu malah mati karena dimutilasi begitu saja.