Belajar Dari Kehidupan Rimba yang Tersembunyi
Dalam keseharian kita, pepohonan adalah sesuatu yang biasa bagi kita, ntah dia tumbuh subur, rindang dan meneduhkan, atau tengah sekarat karena terlalu banyak dipaku dan dimacem-macemin untuk pasang berbagai spanduk katakanlah di Margonda Raya Depok yang pulau jalannya didominasi tanaman Trembesi tanpa mau tahu bahwa pulau jalan itu sangat sempit buat si jangkung besar Trembesi. Pokoknya lanjutkan, urusan belakangan. Tapi sejauh ini tak ada tuh warga kota yang ngurusin, alias Cuek Beybeh.
Di Jakarta jangan ditanya, betapa merananya pohon-pohon kanopi penyejuk itu. Lihat saja bilangan Monas di masa Anies menakhodai Pemda DKI Jakarta. Gegara Formula E yang tadinya mau di Monas, pohon-pohon penyejuk yang sudah tinggi besar menjadi pohon kanopi disitu dibabat habis atas perintah sang Gubernur. Ujung-ujungnya Formula E terpaksa di Ancol karena wabah Covid-19 dan desakan uang muka yang sudah diberikan kepada pemegang copy right Formula E di Eropa sana.
Di tengah kegalauan tentang perkotaan kita yang semakin gersang, belum lama ini saya membaca sebuah karya rimba dari Peter Wohlleben, yi "The Hidden Life of Trees : What They Feel, How They Communicate. Discoveries from a Secret World " (Greystone Books, Hard Cover, 288 hal, Sept' 13, 2016).
Di tengah isu pemanasan global, buku rimbawan Jerman itu laris-manis di zaman kita. Bagaimana tidak. Peter sangat mencerahkan kita tentang hutan. Dalam bahasa yang mengalir sederhana, dia menunjukkan kepada kita bagaimana pohon berkomunikasi, merasakan, dan hidup dalam jejaring sosial. Landasan berfikir itu sama sekali baru. Bayangkan, Peter telah menyediakan waktu dan tenaganya untuk mendengarkan pohon dan memecahkan kode bahasa mereka, dan sekarang dia berbicara kepada dunia untuk komunitas pohon.
Apakah pohon makhluk sosial? Rimbawan itu dengan meyakinkan menyatakan bahwa hutan adalah jaringan sosial. Dia mengacu pada terobosan ilmiah yang menggambarkan bagaimana pohon seperti keluarga manusia. Orangtua pohon hidup bersama dengan anak-anak mereka, berkomunikasi dengan mereka, mendukung mereka saat mereka tumbuh, berbagi nutrisi dengan mereka yang sakit atau berjuang, dan bahkan memperingatkan satu sama lain tentang marabahaya yang akan datang. Peter juga sangat mencintai kayu dan hutan. Dia menjelaskan proses kehidupan, kematian, dan regenerasi yang menakjubkan yang telah dia amati di hutan dimana ia bekerja sebagai rimbawan.
Peter Wohlleben bekerja sebagai rimbawan di hutan di Pegunungan Eifel, Jerman. Dia paham betul dengan perjuangan dan strategi pohon beech (kayu jati Belanda) dan oak (Ek) dalam bertahan hidup di belantara Jerman. Setelah beberapa dekade mengamati, belajar, hidup, bernafas, dan berjalan di antara pepohonan, dia telah menemukan dunia paralel yang selama ini tidak terlihat oleh sebagian besar dari kita.
Kehutanan modern terutama berkaitan dengan produksi kayu. Tugas utama Peter ketika itu menaksir ratusan pohon setiap hari, yang mana yang sudah layak diluncurkan ke pasar. Dan pada pertengahan 90-an, dia mulai mengatur pelatihan bertahan hidup dan menyewakan log-cabin (pondok sederhana berstruktur kayu-kayu gelondongan) untuk turis, dia mulai menyadari misteri, keragaman, kerumitan, dan keajaiban pepohonan.
Dia menulis semua pengalaman empiriknya itu dalam buku terlaris yang direlease tahun 2016 sebagaimana telah disinggung di muka.
Peter Wohlleben kini adalah salah satu rimbawan paling terkenal di dunia dan pendukung yang bersemangat untuk konservasi pohon. Dia mengelola hutan yang berkesadaran ekologis di Jerman, dan menjalankan akademi untuk pendidikan dan advokasi tentang rimba.