Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Menilik-Menimbang Medsos Kita Kini

Diperbarui: 29 November 2022   18:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi medsos. Foto : liputan6.com

Menilik-Menimbang Medsos Kita Kini

Memposting sesuatu apapun di medsos begitu mudahnya seakan membalik telapak tangan. Tanpa pikir panjang, apalagi ditimbang-timbang, semua tinggal dipungut di jalanan medsos ntah itu dari Youtube, dari aneka blogging dan dari medsos bermodal dan beriklan seperti aneka macam media berita, media selebriti dll. 

Lalu hasil pungutan itu diforward semau gue sampai-sampai ada yang nggak sadar bahwa yang ditautkannya baru saja di media pribadinya ntah itu facebook atau twitter sesungguhnya adalah Orangutan atau Homang dan bukan Herek atau Kera atau Monyet.

Apalagi soal Bentuk dan Materi dalam filsafat. Pokoknya dilihat dan dirasa sama ntah apapun itu. Padahal kerangka berfikir filosofis tak bisa dicampurbaurkan begitu saja. Atau teori relativitas Einstein. Jangan-jangan sandal jepit swallow nanti akan dinyatakan sebagai masker anti covid. Itu hukum relativitas Einstein katanya yang dihoohin seorang pendeta gadungan yang baru belajar ngotbah.

Medsos telah secara drastis merestrukturisasi cara kita berkomunikasi dalam waktu yang sangat singkat. Kita setiap saat dapat menemukan tanda like atau suka pada postingan seseorang dan langsung meng-kliknya, dan berbagi informasi lebih cepat dari sebelumnya, dipandu algoritma yang kebanyakan dari kita belum memahaminya.

Facebook boleh dibilang pionir dunia permedsos-an, sampai sang pendiri Mark Zueckerberg pernah difilmkan karena penemuannya yang disebut facebook itu. Mark ketika itu masih di kampus. Ia kemudian sukses mengembangkan facebook untuk publik luas, sementara pendidikannya di PT tak pernah selesai. Meski demikian, Mark kini tercatat sebagai salah satu crazy rich dunia.

Dalam perkembangannya till now, jejaring facebook kini masuk ke ruang kita dengan segala macam iklan musik. Segala macam tontonan pun bergelontoran, yang adu banteng-lah, yang lagi ngerock-lah Queen, yang Rocky Gerung tengah mendungudungukan oranglah, yang Luna Maya katanya mau married-lah dst. Itu semua disebut FB Watch. Ada pesohor yang mentautkannya ke Youtube.

Tapi ngerinya selingan iklannya luarbiasa bejibunnya. Maklum FB Watch yang menggelar celoteh para patron, tampilan musik dan musisi legendaris seperti Queen dll pasti banyak ditonton orang. Nah mainlah dunia iklan disini dengan segala bagi hasilnya dengan facebook. Alhasil semakin kayalah Mark Zueckerberg, Elon Musk pemilik Twitter sekarang, demikian juga the owner mesin pencari Google dan Youtube.

Pesaing facebook adalah twitter. Tidak seperti facebook, twitter hanya menyediakan layanan bercuit paling tinggi 140 kata. Meski pengguna dibatasi cukup 140 kata dalam membuat sebuah status, twitter cukup banyak penggunanya. Tak heran iklan pun cukup banyak. Pengguna twitter banyak didominasi figur-figur publik yang kuat pengaruhnya seperti Trump, Biden, Elon Musk dll di AS dan Jokowi, Esbeye, Fadli Zon, Fahri Hamzah dll di Indonesia.

Bagaimana dengan status yang kita posting ntah itu di Facebook atau Twitter? Kalau kita bukan seorang patron dengan latar belakang yang wow wow, ya sepi tentu, except orang-orang terdekat kita. Semua pada lari ke tontonan dan lari ke patronase, ntah pun sang patron itu plus atau minus. Yang penting kita semua terdorong kekuatan mimetik kita untuk me-watching kiprah mereka ntah di facebook atau twitter.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline