Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

The Old Depok Semakin Ruwet tapi Perlu Segera Dicagarbudayakan

Diperbarui: 30 Oktober 2022   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bajawa Cafe, Jln Pemuda, Old Depok. Dikembangkan dari bioskop tempo doeloe tanpa banyak mengubah bentuk asli. Foto: Parlin Pakpahan. 

Kota Depok sekarang memang tidak bisa lagi sama dengan Depok 10-15 tahun lalu, apalagilah Depok Tempo Doeloe di masa Hindia Belanda, khususnya di masa pendirinya yi Cornelis Chastelein (1600-an-1714).

Depok yang adalah singkatan dari "de Eerste Protestante Organisatie van Chistenen" ("the First Protestant Organization of Christians"), dimana tempo doeloe Cornelis Chastelein menjadi tuan tanahnya dengan otoritas yang mandiri dari otoritas pemerintah Hindia Belanda yang kemudian menjadikan daerah Depok sebagai "het gemeente bestuur van het particuliere land" (the municipal administration of the private land), sebagai pengakuan atas otoritas Cornelis Chastelein di daerah Depok.

Rumah Makan Khasanti, Jln Pemuda, Old Depok,  sebelum diubah jadi Cornelis Chastelein Koffie. Foto: Parlin Pakpahan.

Depok Belanda yang adalah kantong historis Cornelis Chastelein di masa kini bukanlah bagian dari sebuah kota besar. Berawal pada akhir abad ke-17 ketika seorang saudagar Belanda, bernama Cornelis Chastelein (1657-1714) membeli tanah di Depok seluas 12,44 km2 (1.244 Ha) atau hanya 6,2% dari luas Kota Depok yang saat ini luasnya 200,29 km2.

Depok at now semakin padat merayap. Bisa kita bayangkan Jakarta yang sekarang berpopulasi antara 10-11 juta pada Pk 00.00, kemudian pada dini hari orang mulai mengalir dari Depok, Tangerang, Bekasi dan Bogor dan tepat Pk. 12.00 tengah hari Jakarta sudah berpopulasi kl 20-22 juta. Bukan main!

Tak heran KRL sudah menggelinding dari arah Bogor, Bekasi, Tangerang dan Depok kl Pk 04.00 pagi. Lebih dini lagi, kenderaan roda dua dan roda empat  mengalir dari segala arah ke Jakarta dan itu semakin menggebu jelang Pk 06.00 pagi.

Jacob Koffie Huis, Jln, Kemuning, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.

Populasi Depok sekarang 2.484.186 (BPS Depok). Tak heran dengan tingkat densitas 12,40 per Km2 pada jam normal, kemudian menjadi nggak normal ketika para pekerja kembali ke Depok untuk tidur beristirahat. Dan ini terlihat pada malam minggu atau hari-hari libur tertentu, dimana Depok akan terlihat padat merayap tak ubahnya barisan siput padat merayap.

Itu sebagai gambaran mayoritas warga Depok sekarang adalah para pendatang yang bermukim di Depok dan mencari makan atau penghidupan di Jakarta. Atau sebaliknya Depok yang tak luas itu jadi tempat pertaruhan sebagian warga pendatang dari luar jawa atau internal jawa seperti Jateng, Jatim dan Jabar untuk mengadu nasib, meski hanya sekadar melapak di sektor informal seperti warung-warung makan, berdagang barang-barang kelontongan dst.

Taman Pemakaman YLCC, Jln. Kemboja, Old Depok. Foto: Parlin Pakpahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline