KRL, Odong-Odong RSCM Jakarta Dan New Normal Jabodetabek
Pertama balik kembali ke Jabodetabek belum lama ini. Kesan pertama yang terbaik adalah fenomena new normal mulai dari setasiun Malang hingga setasiun Pasar Senen, Jakpus.
Sepertinya loyalis masker masih banyak. Kalaupun ada 1-2 yang memelorotkan maskernya apalagi nggak memakainya, maka Polsuska akan bertindak sigap menegurnya.
Mungkin yang sedikit mengusik hanya masalah catering KAI. Seingat saya kemarin-kemarin waktu ke Malang. Tuh Ayam Geprek dari merk nggak terkenal banget, tapi lumayan rasanya, nggak sampai Rp 30.000. Tapi kali ini, ya ampun koq harganya jadi 40 rebeb begitu. Temen sebelahku si doyan makan, nggak terlalu ambil pusing. Nih, katanya, seraya menyodorkan uang cepek. Kembaliannya ia terima tanpa menatap si penjaja KAI, apalagi menghitung kembali bener nggak 50 rebeb kembaliannya, sebab ia tadi menyambar sebotol Le Minerale dingin. Dan yang utama blep blep blep, ayam geprek yang nggak terlalu dikenal namanya itu, langsung ngelelep di perutnya yang elastis.
Saya terpaksa nunggu setasiun Semarang. Begitu tiba kl Pk. 18.00, kesempatan 15 menit perhentian kereta, saya langsung ke corner CFC. Masih 28 rebeb tuh, lalu tambah sebotol teh pucuk harum Mayora yang hanya 8 rebeb. Semuanya hanya 35 rebeb. Sementara si perut elastis tambah 1 botol le minerale, langsung kena tabok 50 rebeb. He He ..
Terasa fresh setelah istirahat di Depok Belanda seharian, 18 Oct' paginya saya sudah harus temenin pasangan saya ke RSCM untuk check-up mata. Suasana new normal jelang pencabutan masa Pandemi oleh Pak Jokowi semakin terasa. KRL penuh memang, tapi orang tetep loyal bermasker, dan yang terpenting mereka tidak lagi semberono bergelantungan di lorong berdiri KRL. Pokoknya sesuai kapasitaslah.
Turun di setasiun Cikini. Naik Grab atau Gocar. Oh no, kata doi. Lalu. Dari halte UBK ternyata doi nyegat mikrotrans yang bernama Jacklingko. Kami hanya mentap kartu Flazz atau kartu Brizzi dan sebangsanya. Nol rupiah.