Kalau kita membaca berita tentang middle-east, khususnya Israel dan dunia Arab, maka istilah yang paling banyak digunakan oleh media pekabaran Indonesia adalah kalimat anti Israel.
Ntah itu penyebutan Israel sebagai Zionis Israel, wilayah Arab yang diokupasi Israel, rezim apartheid Israel dan celakanya ada statement bahwa Indonesia sampai mampus tak bakal mengakui Israel dst dst. Itulah media kita yang nyonyor atas nama publik.
Sedangkan pemerintah lebih banyak mengajukan pernyataan mendukung sepenuhnya hak Palestina (seharusnya Arab Palestina) untuk bernegara sendiri yang berdaulat dengan ibukota Jerusalem. Pokoknya belum mengakui kedaulatan Israel, kecuali kedaulatan Arab Palestina yang masih di awang-awang.
Sindo.news dan republika lebih esktrim lagi, keduanya super rajin memberondong Israel dengan berbagai stigma buruk yang apabila diterjemahkan menseolahkan Israel itu bukan sebuah bangsa dari sekumpulan manusia dan mereka tidak berhak eksis sebagai nation state di middle-east.
Begitu parahnya kita melihat Israel dan Arab Palestina sebagai fakta. Kita lebih memilih berpuluh tahun berstigma negatif tentang Israel, maka tak heran kacamata kita pun menjadi lamur, bahkan sudah menjadi kacamata kuda yang hanya bisa menatap lurus ke depan tanpa tahu ada apa di sebelah kanan dan kiri serta belakang kita.
Maka ketika terbetik kabar ada pejabat senior Indonesia melakukan kunjungan rahasia ke Israel belum lama ini dan pejabat yang diserbarahasiakan itu akan bertemu dengan Presiden Israel Isaac Herzog.
Kacaulah Indonesia. Yang patut disyukuri gerombolan hatred anti Israel dan pecinta bahkan pemuja Arab Palestina yang selama ini akan berdemo dimana-mana kalau tersungging tetiba dan merasa super happy mengibarkan bendera Jordan eh Arab Palestina di jalanan utama ibukota, kini sudah tidak ada lagi alias bubar jalan. Yang biasa menggunakan ormas hatred ini juga sudah pada tiarap, ntahlah kalau pemilu 2024 sudah di ambang pintu nanti.
Dalam waktu yang bersamaan, delegasi Pakistan juga berkunjung ke Israel. Pakistan dan Indonesia sejauh ini diklaim sebagai dua negara yang berpopulasi Islam terbesar di dunia.
Kunjungan delegasi Pakistan lumayan jernih pemberitaannya. Delegasi itu terdiri dari sembilan anggota, termasuk empat orang yang tinggal di Pakistan dan beberapa orang Amerika terkemuka lainnya yang berasal dari Pakistan, serta seorang imam Pakistan dari Inggeris.
Lain halnya dengan pemerintah Indonesia yang melalui Deplu RI membantah laporan Jerusalem Post yang menyebut Indonesia mengirim delegasi ke Israel, dengan alasan menyebarkan hoaks adalah cara lama media Israel untuk mendapatkan keuntungan.