Jumat 1 Juli 2022 yang baru saja berlalu boleh jadi merupakan salah satu hari yang cukup melelahkan bagiku di kota Malang ini. Bagaimana tidak, hati yang tadinya gembira bakal terima doku pagi ini di bilangan Celaket sebagai uang saku bulanan, ee antrian ambil doku itu koq seperti macetnya jalan raya Cikampek karena rombongan petinggi negara lewat, padahal yang lewat hanya level kroco, koq bisa ya.
Terpaksa cari kopi dululah daripada-daripada. Ketemu dia. Warkop Mas Budi di Jln. Dr. Tjipto. Instan dalam kemasan atau kopi asli racikan Pak? Asli dong. Kopi pun datang. Begitu disruput, untungnya bukan oleh Deni Siregar, wow uenak. Kopi mana nih? Dampit Malang selatan Pak. Matur Suwun yo. Inggih .. Inggih Pak ..
Sambil sruput si hitam manis Robusta Dampit, akupun mulai cari-cari bacaan hangat di media online. Noh Jkw sudah ketemu Putin. Keduanya duduk berhadapan di meja kecil berdekatan sekali tanpa masker lagi. Syukurlah keduanya sehat dan akrab, tidak seperti yang selama ini diisukan barat bahwa Putin sakit berat maka jarang nongol. Dasar barat si tukang hongdul atau hoax.
Tapi di googling-an berikut. O God Tjahjo Kumolo teman seangkatanku di Undip meninggal dunia baru saja, karena komplikasi dari beberapa penyakit fatal di tubuhnya selama ini.
Selamat jalan kawan, aku teringat betapa kita pernah dekat semasa di kampus dulu. Ada Untung Panuju, Besar Ediyanto dan Oky ketika itu. Engkau adalah seorang yang tak banyak cingcong. Meski demikian, aku terkesan berat ketika ke rumahmu ada terlihat sejumlah buku politik kelas satu yang semuanya adalah literasi politik berbahasa bule. Engkau orang hukum tapi koq iso. Tidak kawan. Itu bacaan bokap, tapi aku diharuskan membacanya selain bacaan hukum. O begitu toh.
Tiba saatnya bye kampus, tak terasa waktu pun berlalu dekade demi dekade. Ee kita ketemu lagi ketika aku berdinas di Timtim. Ya Tjahjo adalah Ketum DPP KNPI saat itu. Engkau cerita Untung sukses di Kalimantan, Besar Ediyanto nggak begitu jelas dan Oky sudah married.
Lalu beberapa waktu kemudian aku dkk tercampak dari Timtim gegara ulah barat yang sudah sejak awal 1990-an berganti kepentingan agar Indonesia segera keluar dari Timtim. Ketika aku dan anak-isteri landing di kota Malang setelah eksodus dari Timtim yang berdarah-darah, pada suatu kesempatan aku meneleponmu karena engkau sudah jadi Sekjen PDIP ketika itu. Aku yakin engkau pasti sudah punya pengaruh yang lumayan kuat di pusat kekuasaan di Jakarta.
Sayang seribu kali sayang, engkau ternyata tetaplah si peragu meski engkau tahu daku siapa dan bagaimana kedekatan kita dulu. Sejak itu kita tak bertemu lagi dan sekarang engkau sudah di peristirahatan terakhirmu yang damai. Bagaimanapun, once again, selamat jalan kawan.
Usai ngopi, berhubung nomor antrianku masih panjang, akupun jalan-jalan sekenanya dan aku lihat sekolah katholik Cor Jesu. Mengapa tidak bernostalgia saja mengenang anak-anakku yang dulu sekolah disini. So, akupun mengitarinya. Tak banyak yang berubah. Bangunan jadul ex Bolanda ini masih elok dan kokoh, kecuali bangunan SD di bagian belakang yang dindingnya terlalu banyak dicoratcoret pelukis mural tak jelas.
Lalu aku pun ke perempatan belakang gang I Jakgung Soeprapto tak jauh dari pintu masuk sekolah kejuruan Cor Jesu, tak sengaja asal melangkah saja, belok kiri lurus ntah kemanapun itu. Ee koq ramai tuh di depan. Terbaca Mie Bakar Celaket. Set dah dibakar emang sate. Akupun nyelonong masuk. Wuih banyak yang sedang makan, manalagi lahap begitu.