Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Java Jazz: Jazz-Jazz-an atau Campursari

Diperbarui: 30 Mei 2022   18:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Kurt Elling, peraih Grammy Awards 2021 tampil di hadapan ratusan penggemar jazz di JJF 2022. | Foto: mediaindonesia.com

.Java Jazz:  Jazz-Jazz-an Atau Campursari

Pergelaran Java Jazz Festival 2022 (JJF 2022) atau selengkapnya BNI JJF 2022 yang berlangsung 3 hari yi 27-28-29 di JiExpo, Kemayoran, Jakarta pusat, baru saja berakhir persis pada hari Minggu 29 Mei ybl.

Ulasan ala kadarnya ada sih baik di suratkabar online, media tv, apalagilah medsos. Tapi rata-rata ulasan itu hanya soal tampilan si Erwin begini, si Dhani begono, si Reza begene, si Massiv begunu. Musisi jazz mancanegara yang nongol kali ini memang tak banyak dan celakanya itu nyaris luput dari ulasan pers.

Tak lama setelah penutupan JJF 2022, Peter F. Gontha (di radio jazz online-nya terkenal sebagai PGF), kl 58 menit lewat tengah malam atau Pk 00.58 atau sudah memasuki 30 Mei 2022, memposting untuk ketigakalinya di laman facebooknya bahwa  "Ahmad Dhani menutup hari ke-2 Java Jazz dengan kehadiran 8000 penonton. Luar biasa!" (lih. https://www.facebook.com/PFG01).

Untuk postingan ketiga, sejauh ini ada tercatat 233 comment dan 6 yang menshare postingan puji diri itu. Kalau sehari sebelumnya yi 29 Mei, postingan pertama pada Pk 07.52 dan yang kedua Pk.13.00. 

Masing-masing hanya membukukan 26 comment dan 14 comment. Tapi untuk postingan kedua dimana PFG memposting video suasana JJF pada malam kedua dengan caption "Penonton yang berdesakan ingin menonton Ahmad Dhani", lumayan ada satu orang thoq, boleh jadi penggila Dhani, yang menshare video itu.

Suara pers dalam rubrik musik yang sempat saya telisik terkait JJF 2022 sangat miris, semuanya hanya menyorot  artis Indonesia non-jazz yang nebeng di JJF. Sedangkan bagaimana tentang musik jazz itu sendiri, nehi. Kalau reporter memilih angle tulisan semacam itu, tentu ada arus massa yang diikutinya. Reporter Indonesia nggak bodoh-bodoh amatlah sampai nggak tau apa itu musik jazz.

Musisi luar semakin lama semakin sedikit memang yang datang. Di JJF 2020 saya sempat menontonnya pada hari terakhir yi 1 Maret 2020 bersama my daughter Kenia. Ee tanggal 2 Maret keesokan harinya merebak berita Covid-19 bahwa Indonesia sudah ketularan virus ex Wuhan China.

Tema JJF ketika itu adalah "Redeem Yourself Through Music". Kita diharapkan dapat menikmati diri kita sendiri dalam ajang JJF. Mungkin itulah nafas terakhir tapi bukan penghabisan nuansa jazz di JJF 2020.

Mengutip kebiasaan gatel kita, syukurlah atau pada pilihan saya lumayanlah pada hari terakhir itu saya sempat lihat Phil Perry yang sudah semakin menua tapi tetap romantik dengan lagu-lagu pop bertema cinta. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline