TAK ADA kata lain, salut kepada teman sahabat dan saudaraku yang ada dan bertugas di Timorleste yang kesemuanya berhimpun dalam Perkumpulan Timor-Batak di Timorleste. Dini sebelum perayaan kemerdekaan RI yang ke-71 pada 17 Agustus yang akan datang, perkumpulan ini telah menggagas sebuah acara bertajuk Malam Budaya Batak di Timorleste yang direncanakan akan diselenggarakan di Dili pada 13 Agustus 2016.
Disamping mensyukuri hari jadi RI yang ke-71, acara Malam Budaya Batak dimaksud mengambil thema utama Pengembangan Kepariwisataan Danau Toba yang telah digelontorkan pemerintah bahkan telah dikeluarkan Perpres 49/2016 awal Juni yang baru lalu yang isinya bermuatan antara lain penyediaan kawasan seluas 500 Ha di sekitar Tobasa untuk BODT (Badan Otoritas Danau Toba) dan BODT dimaksud bekerja sampai 2041 dalam konteks 25 tahun jangka panjang pengembangan kawasan pariwisata Danau Toba. Pada tahun anggaran ini semua pekerjaan awal telah dimulai antara lain pemetaan dan pembangunan infrastruktur perhubungan khususnya pengembangan Bandara Sibisa dan jalan tol Kualanamu-Parapat dan dalam tempo dekat ini nucleus pariwisata Danau Toba di Samosir akan dikembangkan infrastruktur utamanya berupa jalan lingkar di pulau Samosir.
Yang menarik Malam Budaya Batak di Timorleste erat kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan Timorleste dan pengembangan kepariwisataan Danau Toba. Kalau Timorleste mengandalkan wisata alam pantai, di mana garis pantai lingkar Timorleste sangatlah panjang dan cukup banyak di antaranya yang dapat dipasarkan dalam kepariwisataan Internasional, seperti Areia Branca (Pasir Putih) di Dili yang terletak di kawasan Meti Aut.
Areia Branca boleh dibilang kawasan wisata yang telah diinternasionalkan semasa satuan perdamaian PBB ditugaskan disana selama kuranglebih satu dekade, kita akan melihat ikon utama berupa patung Kristus warisan Indonesia yang menjulang tinggi di bukit Meti Aut. Yang masih perlu dikembangkan lebih jauh hanya tinggal wahana wisata air, termasuk penyediaan armada rental motor boat untuk mengelilingi perairan di sekitar Meti Aut. Kalau untuk berjemur bagi kaum bule dari daerah dingin atau daerah salju, Areia Branca sudah sangat representatif, bahkan jauh lebih menarik dari pantai Kuta Bali. Maklum, Areia Branca masih jauh dari tercemar limbah industri dan segala macam limbah manusia-manusia yang tak perduli kebersihan lingkungan. Kalau untuk surfing, potensi Timorleste terletak di kawasan selatan seperti Los Palos, pulau Jaco dan Viqueque. Sedangkan untuk Diving dan Snorkeling telah dirintis kerjasama dengan Ausie, obyek wisata yang dikembangkan terletak di kawasan Liquica dan pulau Atauro.
Obyek wisata Budaya Timorleste juga kaya dengan beragam budaya etnik, mulai dari seni tenun ikat yang ada dimanapun di Timorleste, seni tari yang beragam mulai dari Lorsa Dance sampai dengan tari yang telah dimix dengan kebudayaan Portugis yang lama bercokol di Timorleste. Belum lagi seni tarik suara, dimasa Indonesia kita mengenal nama Toni Pereira yang telah merekam lagunya sampai Nirwana record di Surabaya.
Malam Budaya Batak itu akan dimeriahkan oleh Amigos Band, Trio Ambisi dan Rita Butar-Butar. Juga akan dipertunjukkan Tortor Sabangunan, Tortor Alu-Alu, Tortor Somba-Somba, Tortor Mangaliat dan Tortor Horas-Horas. Juga tak ketinggalan, akan ditampilkan Tortor Simalungun dan Tortor Karo. Ini semua tak lepas dari keinginan baik komunitas Batak-Indonesia yang berasimilasi dan berakulturasi, karena kawin silang dan yang sekarang telah berkembang lebih jauh dalam keturunan berikut komunitas ini yang tentu harus senantiasa diingatkan tentang budaya leluhur dari kedua belah pihak. Acara ini disamping didukung pihak KBRI Dili, juga didukung oleh komunitas Batak-Indonesia yang bertugas di Timorleste bahkan berbisnis dan lain sebagainya.
Menurut salah satu pemrakarsanya, yaitu seorang sahabat sekaligus saudaraku Robert Pangaribuan, acara ini disamping menghormati acara hari jadi RI ke-71, Juga untuk semakin mempererat hubungan RI-Timorleste, khususnya pengembangan kepariwisataan Indonesia, teristimewa Danau Toba, dan pengembangan kepariwisataan Timorleste.
Saya lebih suka kalau semua ini disebut sebagai diplomasi budaya. Sebab budaya tak mengenal sekat, tak mengenal political hatred dan political perpetrated. Untuk menyembuhkan luka-luka lama antara keduabelah pihak, saya pikir memang diplomasi budayalah terobosannya.
Bravo Batak-Indonesia dan Bravo Batak-Timorleste. Horas !!
PP, 7 Juli, 2016.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H