Lihat ke Halaman Asli

Parlin Pakpahan

TERVERIFIKASI

Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

SATU TAHUN PRESIDEN JOKO WIDODO MEMIMPIN INDONESIA

Diperbarui: 20 Oktober 2015   09:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

20 OKTOBER 2015, itulah 1 tahun pertama Presiden Joko Widodo (PJ) memimpin Indonesia. Gemuruh politik-ekonomi yang kita dengar sepanjang 1 tahun ini tak terasa sudah jadi semacam lagu kebangsaan Indonesia yang baru. Kita garisbawahi saja disini, tanpa pelanggaran berat terhadap konstitusi negara, PJ masih memiliki waktu lebih dari cukup untuk mewujudkan mimpi-mimpi atau visi politiknya. Dalam jargon politik disebut mewujudkan nawacita. Dalam bahasa yang dituding bahasa PKI disebut mewujudkan revolusi mental dan dalam bahasa militer dipersempit menjadi mewujudkan moral bela negara. Tapi bagi kita yang masih Waras, kita sederhanakan sajalah visi PJ itu sesungguhnya adalah mewujudkan Indonesia Mandiri di segala bidang dan Efisien alias Bebas dari segala macam bentuk Korupsi.

Tantangan terbesar bagi PJ untuk 4 tahun ke depan saya pikir adalah dari internal PJ sendiri. Pertama, dari partainya sendiri PDIP. Bisakah PJ meyakinkan Mega agar jangan dulu menuntut banyak dari PJ untuk bertindak gegabah memulihkan nama besar serta segala ajaran politik Soekarno di negerinya sendiri Indonesia. Juga jangan dulu lebay begitu saja mempolitisir permintaan maaf kepada keluarga korban peristiwa G 30 S 1965, sebab racun kebencian terhadap Soekarnoisme yang dikobarkan selama puluhan tahun dengan mengidentikkan Soekarnoisme dengan kaum Komunis dan kaum Sosialis, racun dahsyat itu hanya bisa ditawarkan di kantong utama militer dan kantong utama kaum ulama. Cerdiklah untuk urusan yang satu ini. Kedua, bisakah PJ meyakinkan bergajul politik semacam Masinton, Effendi, Hasto dll di PDIP untuk memeriksa mata agar dibuat kacamata baru oleh spesialis mata untuk dapat melihat tanpa myopia bagaimana sosok dan penampilan PDIP sekarang, yaitu sangat kumuh dan terkesan kuat mendekati sakit jiwa. Sungguh berbeda kader PDIP sekarang dibandingkan generasi Suko Walujo dulu. Ketiga, bisakah PJ meyakinkan partai-partai pendukungnya semacam Nasdem, Hanura, PKB dll agar tak pernah lagi menuntut imbalan kursi apapun di kabinet, apalagi di BUMN. Biarlah semua itu menjadi hak prerogatif Presiden dan carilah kiat bagaimana agar cukup sampai Nasdem sajalah kiprah korupsi di kalangan partai pendukung. Intinya partai-partai pendukung dimaksud sebaiknya segera melakukan konsolidasi di internal partainya masing-masing. Janganlah mencoba mengurusi WC orang lain. Keempat, berlaku tegas dan berwibawalah mengatakan kepada siapapun untuk Tidak kepada usulan politik merevisi UU KPK. Justeru memperkuat KPK-lah yang dibutuhkan bangsa ini sekarang. Kelima, bisakah PJ menjinakkan kepentingan kaum Neolib yang mendompleng tak ubahnya lintah di tubuh wakilnya sendiri yaitu JK. Berilah imbalan politik dan ekonomi yang sepadan dengan semua pengorbanan finansial yang pernah diberikan JK dkk dalam kampanye Pilpres tahun lalu. Dengan kata lain, berilah JK cs profit secukupnya, tapi tidak untuk profit dalam konteks keserakahan Neolib dalam arti menguasai industri pertambangan strategis seperti Freeport, aneka pertambangan minyak dan gas alam di bawah Pertamina, termasuk tentu aneka mega proyek seperti kelistrikan, jalan tol darat, tol laut, pengembangan pelabuhan samudera dll.

Akhirnya, tantangan terbesar dari faktor eksternal yang dihadapi PJ. Pertama, bisakah PJ menghentikan segera segala kebodohan Barisan dan Relawan Pendukung Jokowi yang justeru sekarang ini terjebak adu mulut tak perlu ala preman terminal dalam menghadapi barisan penentang Jokowi yang disupport penuh oleh KMP. Barisan konyol itu boleh saja berkonfrontasi dengan lawan, tapi jadilah barisan elite yang pakai otak dan ilmu dan bukan malah pakai otot atau dengkul. Bagaimanapun, mereka adalah penghubung PJ dengan rakyat. Kedua, bisakah PJ meyakinkan Prabowo dkk bahwa KMP termasuk KIH adalah sebuah kesia-siaan politik. Apabila diteruskan, maka negeri ini akan gaduh tak habis-habisnya dan akhirnya terjun bebas ke jurang kehancuran nan dalam. Yang terpenting bagaimana agar lawan politik utama mau bersinergi dengan PJ untuk membenahi parlemen sekarang yang tak ubahnya sarang pelacur dan sarang penyamun akibat ulah Trio Kampret Fadli Zon, Fahri Hamzah dan Setya Novanto. Ketiga, bisakah PJ memberikan rangsangan politik kepada publik agar balance of power antara pemerintah dan parlemen dipulihkan kembali agar benar-benar seimbang. Artinya, surplus of power yang sekarang dimiliki parlemen sebagai implikasi dari reformasi politik agar ditinjau kembali tanpa reserve, termasuk bila pun pemerintah surplus di zona tertentu diluar hak prerogatif Presiden. Itupun seyogyanya diperbaiki. Keempat, bisakah PJ menyehatkan rakyat dengan menyempurnakan BPJS sesempurna-sempurnanya agar pelayanan di Puskesmas, RSUD dan RSUP bisa ditingkatkan dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang superlengkap. Rujukan dari Puskesmas sungguh tak perlu dan seyogyanya ditiadakan karena menyengsarakan rakyat. Jangan lupa sempurnakanlah bidang pendidikan. Jadikan si pintar anak negara.

Horas PJ!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline