Lihat ke Halaman Asli

"Bendera"

Diperbarui: 18 Februari 2023   02:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                                                        (pixabay.com)

Aku berjalan sempoyongan ke arah sebuah bangunan yang hampir runtuh. Sebuah papan nama bertuliskan "Le Campagne" hampir jatuh kalau saja tidak ditahan salah satu kawat yang masih tersambung. Dindingnya baru saja bocor diterjang peluru Tank Tiger kemarin siang. Untungnya para penjahat itu sudah mundur ke kota seberang. Untuk sementara pasukan kami aman di sini.

Kulihat will mendudukkan dirinya di sana. Wajahnya meringis kesakitan. Bahu kirinya sedang diperban. Sebuah peluru senapan Gewehr 41 milik tentara Jerman menembus bahu kirinya kemarin.

"Kau lihat Matthew?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Sersan sedang mencarinya tapi sampai kini belum ada kabar.."

Will menarik nafas Panjang... "Perang ini semakin menarik, walaupun membuatku menderita.."

Aku menggelengkan kepala. "Benarkah? Aku berharap perang sialan ini cepat berakhir. Aku sudah muak melawan monster ini" kataku terengah-engah. Dengan hati-hati kusandarkan senapanku di dinding, mendudukkan diri dengan tenang dan mencabut sebatang rokok.

Will memandangnya dengan penuh minat. "Kau mau?" tanyaku

Will menggeleng seolah ia tak mau. Aku tahu ia sangat pemalu. Tanpa bertanya kusdorkan sebatang rokok padanya. Ia menyambarnya tanpa menghitung lagi. Tidak sampai semenit ruangan itu penuh asap rokok kami berdua.

"Menurutmu apakah perang ini masuk akal?" tanyaku

Will menarik nafas dalam-dalam. Tentu saja! Aku di sini untuk membela benderaku. Bukankah Amerika adalah pihak yang benar dalam perang ini?" Will agak ragu dengan kesimpulannya dan menantiku untuk meneguhkan perkataannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline