Lihat ke Halaman Asli

MUHAMMAD FARID AL BUCHORI

SISWA KELAS 12 MIPA 4 SMAN 1 WALED

Politik Uang

Diperbarui: 5 Februari 2024   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dampak politik uang melecehkan kecerdasan pemilih, merusak tatanan demokrasi, meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan. Selain itu politik uang bentuk pembodohan rakyat, memastikan kaderasi politik, kepemimpinan tidak berkualitas. 

Berdasarkan data KPK per Juni 2020 sedikitnya terdapat 417 politisi tersandung kasus korupsi. Rinciannya 274 anggota DPR/DPRD 122 bupati/walikota/wakil dan 21 gubernur. Sementara tipologi korupsi terdiri dari suap gratifikasi, pengadaan barang/jasa, penyalahgunaan anggaran perizinan, pemerasan, dan terkait pilkada. 

"Kami menyarankan agar masyarakat tidak memilih calon kepala daerah yang menawarkan janji uang sembako. Itu tidak pantas dipilih " Ajakan itu disampaikan mantan juru bicara komisi pemberantasan korupsi (KPK) yaitu Febri Diansyah

"Mulai dari pelaporan dana kampanye pemetaan pihak-pihak yang punya relasi potensial menjadi donatur terselubung didaerahnya. "

Dalam hitungan hari, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak di 270 daerah bakal digelar. Sesuai jadwal, tahapan pilkada telah memasuki masa tenang, sebelum hari pencoblosan surat suara pada Rabu (9/12/2020). Febri mengingatkan agar masyarakat sebagai pemilih dalam menggunakan hak pilihnya tidak tergiur dengan tawaran dan iming-iming apapun terutama politik uang.

Bagi Febri, korupsi politik jelang hari pemilihan biasanya cenderung masif menjadi alternatif bagi calon kepala daerah yang tak memiliki integritas. Menurutnya, kontrol terhadap pendanaan politik menjadi "jantung" dalam pencegahan korupsi politik. Biasanya, bermula adanya cukong yang membiayai kepala daerah dalam pencalonan. Untuk itu, dalam kontestasi pemilu atau pilkada, perlunya melaporkan pendanaan politik. Selain itu, perlu memperkuat integritas penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu untuk meminimalisir praktik politik uang.

Mantan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menilai penting memetakan berbagai hal modus korupsi politik. Penyelenggara pemilu semestinya bersikap aktif mengidentifikasi praktik politik uang dalam pelaksanaan pemilu tingkat nasional maupun lokal (pilkada). "Kemudian mengatur keterbukaan lobi politik," ujarnya.

Menurutnya, akar masalah korupsi politik yakni pendanaan partai politik, tak berhasilnya proses kaderisasi, dan rekrutmen yang tak maksimal. Bagi Febri, yang dapat menyelesaikan akar masalah korupsi di sektor politik adalah pimpinan partai politik. Pimpinanlah yang membuat kebijakan bagi anggotanya. Apalagi orang-orang di pemerintahan pun berasal dari partai politik.

Dia mengajak masyarakat membantu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar mensosialisasikan anti korupsi di perhelatan Pilkada Serentak 2020. Dia pun meminta publik untuk memilih pilih calon yang tidak terlibat tindak pidana korupsi. Termasuk menolak tegas sepanjang ada calon yang menawari uang atau janji.

"Begitu calon menawarkan program dengan menawari uang dan itu tidak pantas dipilih dan potensi korupsi ketika dia menjadi kepala daerah itu besar. Tak sedikit kepala daerah yang terpilih mengambil keputusan membuat anggaran yang berpotensi menimbulkan korupsi."

Senada, Ketua Bawaslu Abhan pelaksanaan pilkada di 270 daerah potensi rawan terjadinya korupsi politik. Apalagi 60 persen calon paslon kepala daerah didominasi petahana, sehingga praktik abuse of power pun mulai terlihat. Dalam praktik korupsi politik dalam Pilkada, biasanya berupa suap, jual beli suara, nepotisme, dan pengaruh politik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline