Lihat ke Halaman Asli

Masalah Perempuan Adalah Masalah Kemanusiaan, Bukan Masalah Kelamin

Diperbarui: 25 Juni 2015   04:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13384670291157602289

Sejatinya konstruksi budaya di Provinsi NTT, tidak mengekang perempuan dalam mengaktualisasi potensi dirinya. Namun, stigma dan stereotipe yang terbangun dalam mainstream pemikiran masyarakat, membuat perempuan terkadang tidak didukung untuk maju dalam berbagai sisi kehidupan. Padahal, perempuan memiliki peran yang cukup sentral dalam ranah kehidupan keluarga maupun sosial kemasyarakatan. Pemikiran tersebut datang dari Prof. M. A. Noach ketika berbincang-bincang dengan saya, belum lama ini. Salah satu guru besar perempuan kebangaan perempuan NTT kemudian menuturkan, masih terikatnya stigma yang tidak menguntungkan perempuan merupakan pekerjaan besar yang harus kita selesaikan bersama untuk menggapai kesetaraan. Namun demikian, perempuan tidak bisa dibiarkan sendiri untuk mengatasi berbagai pesoalan yang digumulinya. "Jangan biarkan perempuan berdiri sendiri. Karena itu, laki-laki harus menyadari persoalan perempuan adalah masalah kemanusiaan bukan hanya sekedar soal jenis kelamin," tandas mantan PD II FKIP Undana. Rektor Universitas Karya Darma (Undarma) Kupang selanjutnya menuturkan, memperhatikan fenomena sosial kemasyarakatan saat ini sudah ada sedikit perubahan mendasar. Dia mencontohkan, saat ini sudah ada begitu banyak anak-anak perempuan yang berhasil dalam berbagai bidang kehidupan. Bahkan, perempuan pun sudah bisa terjun dan terlibat secara aktif dalam ranah publik. Padahal, beberapa waktu yang lampau, peran perempuan hanya sebatas dan dibatasi pada persoalan domestik. "Ini kemanjuan yang cukup berarti. Tinggal bagaimana hal ini dikelolah secara cerdas demi kemajuan perempuan di NTT," harap wanita yang memiliki hobby membaca. 13 Mei 2012 barusan, Prof Mia, demikian sapaan karibnya memasuki usia 74 tahun. 74 tahun menapaki kehidupan di dunia ini, sudah banyak yang telah diperbuat. Bahkan, aktivitas kesehariannya, membuat dirinya seakan lupa dengan usianya. Semangat dan optimistisme dalam kehidupan, menjadi salah satu nilai yang patut diteladani. "Hidup ini hanya satu kali, jadi marilah kita berikan yang terbaik bagi kehidupan ini dan jangan sia-siakan Anugerah yang Tuhan berikan kepada kita," nasihat Prof Mia. Menyinggung mengenai persoalan budaya dalam kaitannya dengan aktualisasi peran perempuan dalam kehidupan publik. Prof. Mia kembali menandaskan bahwa perempuan memiliki peran yang cukup besar dalam kehidupan publik. Kalau saat ini, peran itu seakan dikerdilkan, itu bukan karena salah perempuan atau budaya yang memayungi. Namun semua itu berpulang kembali kepada perspektif kita terhadap peran perempuan. "Sekali lagi saya katakan, budaya tidak mengekang perempuan. Tapi budaya memberikan ruang kepada perempuan untuk tetap berada dalam kodratnya sebagai perempuan," tandas Prof Mia seraya menambahkan sekarang tinggal bagaimana kita mengimplementasikan hal itu dalam kehidupan keseharian kita. Wanita yang menamatkan magisternya di State University Of New York ini kemudian menuturkan, dalam kancah politik saat ini kita patut berbangga karena ada perempuan-perempuan yang mau terlibat dan maju dalam pertarungan politik di Kota Kupang. Ini berarti, dunia politik bagi kaum perempuan bukan sesuatu yang tabu atau tidak bisa dimasuki. Walau tokh akhirnya, hanya dua orang yang terus melaju ke tahapan berikut, ini merupakan hal luar biasa yang patut syukuri. "Dan tidak bisa dipungkiri ini semua karena dukungan dari suami," tandas Prof Mia seraya menambahkan persoalan jadi atau tidak, itu masalah lain dan sistem telah mengaturnya. Diakhir percakapannya, Prof Mia berharap, laki-laki tidak memandang persoalan yang dihadapi kaum perempuan dalam perspektif persaingan. Tapi laki-laki sejatinya harus memahami bahwa perempuan adalah mitra sejajar dalam kehidupan yang patut diberikan tempat untuk mengaktualiasasi potensi diri. "Laki-laki dan perempuan diciptakan segambar dan serupa dengan penciptaNya. Itu artinya tidak ada dominasi apalagi penjajahan atas nama jenis kelamin," tegas Prof Mia. Pencerahan Prof Mia memberikan semangat baru dalam menapaki kehidupan. berbagai pergumulan dan pergulatan kehidupan membutuhkan kemitaraan yang sinergis antara laki-laki dan perempuan. Tidak ada alasan apapun yang membenarkan, penolakan terhadap kesetaraan. Semoga. (*) [caption id="attachment_184885" align="alignnone" width="300" caption="Prof. Mia Noach www.victorynewsmedia.com"][/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline