Lihat ke Halaman Asli

Romantisme Makan Bersama '/#%x/?@"&%*????

Diperbarui: 25 Juni 2015   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13329530651631502306

Hai..hai..hai... (^_^)/

Dalam catatan hidup kalian, makan bersama seperti apa yang paling kamu ingat dan tidak akan pernah terlupakan?

Makan (baca: makannya orang indonesia)= nasi + lauk + sayur (setidaknya ketiga unsur itu harus ada. betul?)

Kalau makan tidak ada salah satu unsur tersebut tentu saja kurang yahud, secara saya orang indonesia gitu loh... ;p

Atau seburuk-buruknya nasi + lauk atau nasi + sayur.. seperti itu bagi saya sudah bisa disebut makan.

baiklah kawan, itu adalah definisi "makan" menurut saya setahun yang lalu. Tapi semenjak saya pernah tinggal di sebuah dusun antah berantah yang dinamai dusun Baros selama 1 bulan untuk keperluan penelitian saya, ternyata banyak amazing food yang masuk ke dalam mulut dan perut saya yang tentunya saya telan dengan suka cita ;D hahahaa... harap maklum, entah knapa saat disana bawaannya laper melulu ;D

Meski di Baros selama 1 bulan, tapi setiap minggu kami pulang, utamanya untuk mengembalikan alat-alat penelitian yang memang setiap senin pagi alat harus ada di kampus lagi untuk keperluan praktikum mahasiswa lain. Nah tiap kembali lagi ke kos saya dan teman-teman saya selalu meng-update barang bawaan kita dan yang paling penting adalah bahan makanan! se-ndeso apakah baros sampe2 bahan makanan aja harus bawa? sebenernya yaa nggak ndeso-ndeso amat, hanya sedikit jauh dari peradaban. Nggak ada penjual makanan yang selalu tersedia everywhere everytime, ada juga jauh, harus naik motor selama paling cepat 15 menit dari kos. Kalau dari lokasi mangrovenya?Jangan tanya,, bisa 7 hari 7 malam baru sampe warung makan!haha.. (*lebay!)

Akses jalan menuju atau keluar mangrove memang penuh perjuangan membutuhkan banyak tenaga dan banyak waktu, dan tentunya mental! kalau mental nggak siap, menuju atau keluar mangrove bikin frustasi pol2an, apalagi ketika hujan atau sehabis hujan (baca: waktu saya penelitian disana, kalau sekarang jalan sudah disemen ;D dananya swadana lohhh :D). Jadi kalau udah sampe mangrove, kami bakal ngendon disitu sampe sore, gak bakal kmana-mana sebelum penelitian kelar. Kegiatan ishoma pun kami lakukan di lokasi mangrove, itulah sebabnya kami harus bawa bekal makanan. Karena gak ada yang jual matengan, biasanya kami disana masak sendiri, pinjem tungku, kuali, wajan, dan peralatan masak yang lain di gubugnya mbah war (saya perkenalkan: mbah war adalah orang yang diamanahi untuk menjaga mangrove, juru kuncinya gitu ceritanya!). Sebenernya ada warungnya simbah budhe (*simbah budhe: sebutan plin-plan ala kiki) di sebelah kos, tapi jualnya sayur mentahan, kalau yang mateng cuma tersedia pagi. Kalau pas kudu berangkat ke mangrove pagi karna surutnya pagi jam 5 atau 5.30 jadi kelabakan deh! Jam segitu warung simbah budhe baru aja dibuka pintunya dan makanan yang dah mateng juga belum ada!

Saya bersama tiga teman saya Nachan, Nuzi, Kiki sepertinya memang tidak memiliki kemampuan management yang cukup baik rupanya. Bagaimana tidak, sesampai di kos, makanan yang kami bawa dari rumah masing-masing untuk keperluan beberapi hari ke depan sungguh melimpah ruah, hingga kamar kos yang kami tempati berempat nyaris seperti lumbung makanan. (tau sendirilah gimana riwehnya perempuan kalau jauh dari rumah.. pengennya semua-muanya dibawa!)

Hari pertama makanan masih melimpah ruah, menu makanan kami adalah nasi, lauk antara lain ayam goreng, ayam semur, pindang, telur, dan juga sayur baik sayur berkuah atau berbagai macam oseng2! Rasanya? tentu saja nikmat sekali, karena dimakan bersama-sama dan juga dapat bertukar lauk pauk. Bahkan kami sering "mengoplos" makanan kami, dicampur-campur jadi satu gitu diatas daun pisang. Padahal sebenarnya lauk dan sayur yang kami oplos seringkali bukanlah makanan yang cocok untuk dipadupadankan. Bayangan terburuk waktu itu adalah: tiba-tiba chef Yuna, Marinka, dan Vindex hadir di depan kami dan memarahi kami habis-habisan atas tindakan kami yang tidak senonoh itu! Masalah bentuk rupa makanan yang kami oplos jangan tanya dan jangan sekali-kali membayangkan, kamu (bukan saya) akan kehilangan nafsu makan selama beberapa hari. Kalau rasanya? hmm,, hidangan nikmat mengalahkan seluruh resto terkenal manapun ;D. Namun sayangnya menu makanan seperti itu hanya bisa dinikmati maksimal cuma sampe makan siang hari pertama. Jajanan yang kami bawa pun banyak disantap di hari pertama.

Hari pertama makanan melimpah ruah, hari kedua dan seterusnya terserah anda. Yah begitulah,, hari kedua dan seterusnya kami makan seadanya (it's means yang ada apa itulah yang dimakan). Grazing (merumput) adalah kegiatan rutin yang kami lakukan disana,,, hahaha:D Dari tumbuh-tumbuhan yang sering dijual di pasar seperti daun ketela dan daun pepaya sampai grazing yang bener2 rumput. Anda pernah mendengar krokot atau kremah?? yang itu salah satunya yang kami makan! Sering kami injak2 dan pada akhirnya kami makan juga..hahaha *melas.com. Pernah juga kami mengolah suweg menjadi makanan super duper lezat. Suweg adalah semacam umbi-imbian yang bentuknya sangat besar (seperti umbi raksasa, lebih besar dari bola basket!)dan taukah anda? awalnya pun tidak pernah terpikirkan umbi itu bakal masuk ke dalam mulut dan perut saya. Tapiii kenyataannya? yayaya anda dapat menebaknya kan? setelah diolah menjadi perkedel (walau sedikit gagal, tidak sesuai yang diharapkan) tapi rasanya betul2 maknyuuussss!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline