Saya yakin ekonom senior Faisal Basri bukan tipe manusia yang sulit meminta maaf. Tak lain karena latar belakangnya adalah seorang akademisi.
Seperti kita tahu, di kalangan akademik ada ungkapan: akademisi boleh salah tetapi dilarang berbohong. Sementara di dunia politik adalah sebaliknya: politisi boleh bohong tetapi dilarang salah. Maksudnya, salah dalam berbohong. Hehehe.
Sama seperti Luhut yang berlatarbelakang militer. Meski saat ini terjun di dunia politik, kita semua juga tahu betapa kentalnya darah militer seorang Luhut.
Sikap Luhut sangat jelas yakni loyal dan tegak lurus terhadap perintah Presiden. Atas alasan itu, saya yakin Ompung ini juga akan dengan lapang dada menerima permintaan maaf.
Nah, klop kan. Faisal yang sudah terlanjur bercuit Luhut lebih berbahaya dari virus corona, menurut saya pribadi, memang sangat wajar meminta maaf.
Bukan apa-apa, cuitan seperti itu kurang etis datang dari kaum terpelajar seperti Faisal Basri. Malah, bukan bermaksud 'kompor', cuitan itu bisa dikategorikan lebih bahaya lagi dari seorang Luhut yang konon sudah lebih bahaya dari corona.
Sebab dengan cuitan itu, maka opini publik sudah langsung melebar ke mana-mana. Paling rawan, ada yang mengaitkannya ke isu SARA. Ada usaha memojokkan Luhut yang kebetulan berstatus minoritas ganda.
Saya khawatir cuitan Faisal malah dimanfaatkan kelompok yang selama ini kerap berseberangan dengan pemerintah. Dipoles sedemikian rupa hingga pada akhirnya memunculkan persoalan baru yang jauh lebih serius.
Oke, saya tidak menampik peran Luhut di Kabinet Jokowi memang sangat menonjol. Sampai-sampai, ia digelari menteri segala urusan. Dari ekonomi, hukum, politik, internasional, hingga utang-piutang diurus oleh Luhut. Tentu tidak ada yang salah dengan itu selama Presiden Jokowi masih nyaman. Toh, kapanpun Luhut bisa dengan mudah dicopot Presiden, tanpa ribut-ribut atau 'curhat' terlebih dahulu di media sosial.
Lalu ada yang bilang, Jokowi tidak berani karena 'kunciannya' dipegang oleh Luhut. Ini juga sama saja menuduh selama belum bisa dibuktikan dengan data. Kalau memang ada data, maka dibuka saja ke hadapan publik. Atau kalau menyangkut korupsi, tinggal dilaporkan saja ke KPK.
Memang sekali lagi, sulit membantah dominasi Luhut di kabinet, dipercaya penuh oleh Presiden. Tetapi itu saja tidak cukup untuk mengatakan Luhut telah mengendalikan Jokowi.