Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan barangkali tak pernah menyangka akan begini jadinya. Satu per satu mata anggaran tahun 2020 dipreteli publik. Dari pembayaran honor 5 influencer sebesar Rp 5 miliar, pengadaan lem, hingga pulpen yang nilainya puluhan bahkan ratusan miliar rupiah.
Bongkar-bongkar anggaran itu terlihat sistematis yang bermuara pada opini bobroknya pengelolaan anggaran di tangan Anies.
Pertanyaannya, kenapa baru sekarang ketahuan? Padahal Anies telah menjalankan APBD selama dua tahun berturut-turut, 2018 dan 2019. Bila merujuk pada temuan tersebut, tak salah bila publik berspekulasi bahwa anggaran 2018 dan 2019 juga ikut bermasalah.
Artinya, Anies telah 'bermain' selama dua tahun belakangan. Uniknya, 2018 dan 2019 tak ada masalah.
Seandainya Anies telah mempermainkan anggaran selama dua tahun berturut-turut, maka patut diduga DPRD DKI Jakarta juga ikut terlibat. Karena tak mungkin APBD diketok tanpa persetujuan wakil rakyat.
Dengan kata lain, Anies dan DPRD bisa diduga melakukan persekongkolan anggaran. Bersama-sama menggarong duit rakyat. Untuk menjawab kecurigaan ini, biarkanlah aparat hukum yang bekerja.
Di luar spekulasi persekongkolan Gubernur-DPRD tersebut, tampaknya ada skenario lain yang dampaknya jauh lebih dahsyat. Mari kita sebut namanya operasi bersandi #GantiGubernur dengan target utama Anies Baswedan. Operasi yang pada akhirnya diharapkan memutus jalan politik Anies ke panggung Pilpres 2024.
Mari kita lihat rentetan peristiwanya. Dimulai dengan pertemuan Anies Baswedan dengan Ketum NasDem Surya Paloh, bersamaan dengan tarik-menarik internal koalisi Jokowi-Ma'ruf yang tak menghendaki Gerindra masuk ke kabinet.
Dari sini terlihat Anies telah mengambil ancang-ancang apabila sewaktu-waktu Gerindra melepaskan dukungan, NasDem sudah di tangan. Sementara bagi Paloh, pertemuan dengan Anies bisa dimaknai sebagai bentuk gertakan terhadap PDIP untuk menjauhi Gerindra.
Namun seperti kita saksikan, PDIP memenangi intrik politik itu. NasDem tak bisa berbuat banyak kecuali menerima kehadiran Gerindra di kabinet. Jatah dua menteri pun diberikan Jokowi sebagai tanda 'pertemanan' dengan Prabowo.
Bahkan, Prabowo sendiri bersedia menjadi Menteri Pertahanan, sebuah peristiwa politik yang sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya.