Susi Pudjiastuti menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan selama 5 tahun penuh. Dari 2014 hingga 2019. Sepak terjangnya mengundang decak kagum.
'Tenggelamkan', merupakan kata yang identik dengan Susi, menyusul keberaniannya menindak tegas kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia. Mafia-mafia laut dibuatnya terbirit-birit, kehilangan mata pencaharian ilegal yang selama ini seolah mendarah daging.
Namun sehebat-hebatnya Susi, akhirnya tak berarti jika tak sejalan dengan atasan. Siapa lagi kalau bukan Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut "Buldoser" Panjaitan. Sebagai Menko yang membawahi Susi, keduanya memang kerap terlibat cekcok. Dari urusan cantrang, garam, hingga yang terakhir soal reklamasi Teluk Benoa, Bali. Susi melawan Luhut. Dilawan bawahan, Luhut pasti bertindak: buldoser!
Pencoretan Susi dari jajaran Kabinet Indonesia Maju secara halus direstui Presiden Jokowi. Lihat saja pesan Jokowi saat memperkenalkan para menterinya. Bahwa menteri dilarang memiliki visi dan misi, yang ada adalah visi-misi Presiden dan Wakil Presiden.
Hal ini jelas menggambarkan bahwa tugas menteri adalah bekerja. Bukan bekerja dan berpikir, seperti yang dilakukan Susi.
Pemikiran Susi, yang kemudian bertentangan dengan Luhut, mungkin saja betul adanya. Apa yang di benak Susi boleh saja betul dan bermanfaat. Hanya saja, Susi sekali lagi direkrut bukan untuk berpikir tetapi cukup bekerja.
Di sisi lain, Luhut secara pribadi mungkin saja sejalan dengan pemikiran Susi. Akan tetapi, mungkin juga bertentangan dengan visi Presiden. Lalu, mana yang harus dijalankan?
Jawabannya, visi Presiden, bukan visi Luhut apalagi visi Susi. Di sinilah loyalitas dibutuhkan, ketika bawahan wajib mengikuti arahan atasan. Apapun arahan atasan.
Konsep satu komando inilah yang mungkin tidak sesuai dengan Susi yang berlatarbelakang pengusaha dan warga sipil. Berbeda dengan Luhut yang telah terdoktrin sejak aktif di militer agar setia mengikuti perintah atasan. Tanpa protes sama sekali.
Sikap Susi yang kerap melawan arus itulah menjadi penyebab terdepak dari kabinet. Mantra sakti 'tenggelamkan' milik Susi rupanya tak mempan dengan mantra sakti 'buldoser' milik Luhut.
Apalagi, peran Luhut dalam Pilpres 2019 yang berjuang memenangkan Jokowi tentu tak sebanding dengan peran Susi. Sehingga sangat wajar apabila Jokowi lebih mendengarkan Luhut ketimbang Susi. Semua tahu, Luhut merupakan salah satu motor penggerak yang berjuang mengantarkan Jokowi ke Istana kedua kalinya.