Lihat ke Halaman Asli

Ishak Pardosi

TERVERIFIKASI

Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Libas KPK, Jokowi Menang Lagi

Diperbarui: 15 September 2019   22:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Kompas.com

Dasar Jokowi, pintar sekali cara berpolitiknya. Semua lawannya dilibas tanpa bekas. Pelan tapi pasti. Sejak resmi memenangi Pilpres 2019, saya menghitung ini kedua kalinya Jokowi mengambil keputusan politik sangat krusial. Pertama, soal Ibu Kota yang siap dipindahkan ke Kalimantan Timur. Kedua, KPK 'diluluhlantakkan'. Hebatnya, dua kasus menghebohkan ini selalu dimenangi Jokowi.

Jika Jokowi ingin meninggalkan 'legacy' sebagai Presiden dengan memindahkan pusat pemerintahan dari Jakarta, hal yang sama sepertinya sedang dilakukan saat ini. Melibas KPK boleh dikatakan sebagai 'legacy' kedua dari Jokowi. Ia ingin dikenang sebagai Presiden yang berani menyentuh lembaga antikorupsi itu, apapun risikonya. Toh, Pilpres sudah lewat dan tidak lagi berdampak pada elektabilitasnya.

Banyak yang bilang kalau Jokowi sedang menghancurkan KPK. Argumennya macam-macam, semua pasti sudah tahu. Saya sendiri mengatakan tidak. Sebaliknya, Jokowi justru ingin memperbaiki kinerja KPK. Itu terlihat dari pernyatannya yang ingin memperkuat KPK, tetapi jangan pula membiarkan KPK layaknya sebagai malaikat. Tetap harus diawasi. Jadi tidak betul kalau KPK dicap sebagai pemimpin yang anti pemberantasan korupsi.

Tapi mari lupakan soal polemik itu. Bagian paling menariknya justru terletak pada kemenangan Jokowi. Terlepas Jokowi sedang memperbaiki atau justru menghancurkan KPK, yangj jelas pemenang dari permainan politik ini adalah Jokowi sendiri. Semua parpol dan tokoh politik berpihak kepadanya. Sesuatu yang sangat jarang terjadi di republik ini. Secepat kilat, revisi UU KPK akan segera dibahas DPR dan akan kemungkinan besar akan disahkan sebelum 1 Oktober 2019.

Karena seluruh parpol sudah bersekutu, yang bisa dilakukan pegiat antikorupsi termasuk di dalamnya sedikit media massa, sejauh ini hanyalah pasrah. Menerima nasib. Publik sudah terlanjur terbelah dua, tak lagi solid seperti dulu yang getol membela KPK. Akibatnya, pegiat antikorupsi maupun media massa terpaksa kehilangan daya gedor, cenderung loyo. Habis digempur pasukan lawan.

Pudarnya kepercayaan sebagian publik kepada KPK semakin menguatkan posisi Jokowi sebagai pemenang. Prinsip demokrasi kini berlaku bahwa (mayoritas) suara rakyat adalah suara Tuhan. KPK tak bisa menampik kenyataan itu. Apa boleh buat, lagi-lagi Jokowi adalah pemenangnya.

Demikian sedikit pandangan saya di tengah hiruk-pikuknya pro kontra KPK.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline