Apapun ceritanya, Anies Baswedan harus diakui telah berubah menjadi capres potensial di Pilpres 2024 mendatang. Terlepas dari caranya menggalang dukungan, yang pasti sejarah selalu dicatat oleh para pemenang. Dengan kata lain, kalau tak ingin Anies menjadi Presiden berikutnya, lawan politiknya harus bekerja keras mulai dari sekarang. Sama seperti Anies yang telah merintis usahanya sejak dini.
Strategi pertama Anies dimulai dengan program menata kota Jakarta. Uniknya, Anies tak seperti Ahok yang memilih program "radikal" seperti penggusuran bangunan di pinggir kali dan sebagainya. Anies memilih program yang terlihat "ecek-ecek" seperti pembangunan getah-getih bambu yang menelan biaya tak sedikit. Lalu diikuti dengan persembahan baru yakni batu bersusun. Tak ada dampaknya secara langsung terhadap rakyat, kecuali menambah estetika kota. Itu pun, masih bisa diperdebatkan.
Tetapi faktanya, program Anies itu banyak juga yang mendukung. Kok bisa didukung? Alasan paling dasar, karena pendukung Anies punya loyalitas tinggi sehingga apapun kebijakan Pemprov DKI akan selalu didukung. Alasan berikutnya, Anies tidak mau bersinggungan langsung dengan rakyat seperti rakyat. Misalnya, menggusur rumah kumuh di bantaran kali. Ia menjaga jarak agar tetap "dicintai" wong cilik. Gaya seperti ini tentu sangat kontras dengan Ahok yang tak kenal tedeng aling-aling.
Strategi kedua adalah menata kata. Bila diperhatikan, gaya bicara Anies sangat lentur, tidak menyinggung pihak manapun. Mengayomi bagi seluruh pihak. Lagi-lagi, berbeda jauh kalau dibandingkan dengan Ahok. Pilihan kata Anies sudah dikenal mumpuni, pokoknya wahid punya. Tidak ada kalimat Anies yang bernada tegas. Kalimatnya kerap "bersayap". Tetapi justru di situlah keunggulan Anies. Menari-nari di atas kepentingan semua golongan.
Strategi ketiga adalah merangkul ormas sebanyak-banyaknya. Terbaru, Anies menghadiri Milad ke-21 Front Pembela Islam (FPI) di Jakarta Utara. Bahkan Anies secara terbuka memuji FPI sebagai salah ormas yang memiliki kontribusi besar terhadap Jakarta. Padahal, FPI diketahui saat ini masih bermasalah terkait perizinannya. Namun, lagi-lagi di situlah kepiawaian seorang Anies. Dia tidak ingin frontal terhadap FPI, bahkan cenderung memeluk ormas yang didirikan Habib Rizieq Shihab itu.
Tapi jangan keliru, meski dekat dengan FPI, Anies bukan berarti membenci ormas lain. Saya jamin, Anies akan tetap mendekati ormas maupun kelompok yang dianggap memiliki "power". Hal ini sebenarnya sudah terbukti di awal Anies menjabat. Ketika ia mendatangi dan meresmikan gereja HKBP di Tanjung Priok. Sehingga kedekatan Anies dan FPI bukanlah hal baru. Jauh sebelum FPI, Anies juga sudah melakukan pendekatan terhadap kelompok lain.
Dengan ketiga strategi ini, sudah jelas Anies sedang mempersiapkan panggung di Pilpres 2024. Memang, tak mudah bagi Anies merebut satu tiket di Pilpres nanti. Akan tetapi, peluang untuk itu kini terbuka lebar. Syarat utamanya, Anies harus lebih dulu memenangi kembali Pilkada DKI 2022. Tanpa merebut kemenangan kedua kalinya di Jakarta, peluang Anies maju ke Pilpres tentu saja akan mengecil. Karena itulah Anies mau tidak mau harus tetap merangkul semua golongan. Tak boleh melukai hati rakyat kecil.
Bila kembali menang Pilkada pada 2022, itu berarti Anies masih mempunyai waktu selama dua tahun lagi sebelum berlaga di Pilpres 2024. Sama persis seperti Jokowi yang hanya membutuhkan waktu dua tahun di Jakarta sebelum memenangi Pilpres 2014 lalu.
Nah, selama waktu dua tahun tersebut, tugas Anies berikutnya adalah merangkul parpol pengusung. Kira-kira, parpol mana saja nanti yang bersedia mengusung Anies sebagai capres? Hal ini juga bergantung kepada Anies, sejauh mana popularitasnya di mata masyarakat. Sebab parpol pada dasarnya hanya mau mengusung capres yang betul-betul memiliki potensi untuk menang. Bukan menilik latar belakang maupun rekam jejak sang kandidat.
Maka jangan heran kalau seandainya nanti PDIP maupun Golkar akan ramai-ramai mendukung Anies di Pilpres 2024. Itu sudah biasa dalam politik. Dan sepertinya Anies tahu betul soal itu. Lalu, dirangkullah semua pihak, tanpa kecuali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H