Lihat ke Halaman Asli

Ishak Pardosi

TERVERIFIKASI

Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Dilema Pesta Bir di Atas Danau Toba

Diperbarui: 24 Juli 2019   19:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Peserta boat party di event yang digelar Volcano Floating Party menunjukkan minumannya di atas kapal di Danau Toba. (Doc. Volcano Floating Party)

Sekelompok muda-mudi tampak happy. Tubuhnya melenggok "tipis-tipis", mengikuti irama musik, juga berteman minuman bir. Rupanya ada Disc Jockey alias DJ di sana, bertugas memanjakan pengunjung dengan ragam alunan musik. Tapi yang pasti, genre musik itu dominan disko. Namanya juga hiburan.

Persis, suasana yang dibangun adalah pesta layaknya di klub malam. Bedanya, hiburan itu lokasinya di atas kapal penumpang yang melaju di atas air Danau Toba, Sumut. Volcano Floating Party, itulah sebutannya. Merujuk pada Danau Toba yang terbentuk akibat letusan Gunung Toba, jutaan tahun lalu. Jadi bila diterjemahkan, pesta di atas air danau volkano. Seru, memang!

Keseruan itulah yang barangkali memicu gagasan pihak pengelola Danau Toba. Ingin menggairahkan potensi wisata di danau yang dimiliki 7 kabupaten sekitar itu. Sebab harus diakui, pariwisata Danau Toba ibarat mati suri sejak lama. Banyak yang menjadi penyebabnya; antara lain kurangnya wahana wisata yang membuat betah pengunjung.

Lalu di era Jokowi dengan tangan kanan Luhut Panjaitan, perlahan pariwisata Danau Toba ditata. Dimulai dengan pembangunan Bandara Silangit yang jaraknya hanya "sedayung sampan" dari Danau Toba.

Bahkan, Bandara (perintis) Sibisa juga kini ikut digairahkan kembali. Sebuah bandara yang juga terletak di tepian Danau Toba. Itu berarti nanti akan 2 bandara yang menempel ke danau nan indah itu. Ompung LBP memang top. Luar biasa.

Tapi apa gunanya bandara dibangun kalau pengunjung tak membeludak? Maka dibutuhkan cara lain yang mampu menarik perhatian wisatawan khususnya mancanegara. Salah satunya, itu tadi, menggelar pesta bir dan joget di atas Danau Toba. Kemudian, dimulailah acara itu, yang bila dilihat dari unggahan pengelola di media sosial, peminatnya cukup banyak.

Rupanya ide itu tak sepenuhnya didukung masyarakat. Maklum, kawasan Danau Toba masih homegen, dihuni mayoritas masyarakat Batak yang masih kental adat dan budaya lokal. Menggelar acara pesta bir di atas kapal dengan peserta yang mengenakan pakaian khas pantai, bertentangan dengan adab setempat. Tidak sopan.

Dilema pun hadir. Di satu sisi, acara pesta bir diasumsikan banyak menggaet pelancong, tetapi di sisi lain, bertolakbelakang dengan kehidupan masyarakat sekitar. Sementara bila wisata dikemas monoton alias hanya menawarkan keindahan alamnya, pelancong akan cepat merasa bosan. Ujungnya, penduduk sekitar tak banyak menarik untung, roda ekonomi berjalan lambat.

Suasana Pesta di Atas Danau Toba (Facebook/Volcano Floating Party)

Terus terang, memang tak mudah menemukan formula yang tepat dalam upaya menggairahkan pariwisata Danau Toba. Butuh waktu dan pendekatan kepada masyarakat Batak setempat.

Lalu kenapa acara serupa bahkan lebih "wow" tak pernah bermasalah di Bali? Ini pertanyaan yang sulit dijawab. Tapi sedikit bocoran, pria Batak yang hendak berwisata malam, biasanya lebih takut ke hula-hula (saudara laki-laki istri atau ibunya) ketimbang kepada Tuhan.

Langkah pertama adalah mengecek apakah di lokasi kongkow itu ada hula-hula atau tidak. Jika ada, pasti mencari tempat lain atau terpaksa mengurungkan niatnya. Namun bila kondisi aman, ia akan leluasa bertindak. Jadi bukan takut berbuat dosa, tetapi karena takut hula-hula. Hehehe.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline