Istana kedatangan tamu tak biasa, Jumat (31/5/2019). Seorang legenda Korps Baret Merah bernama Sintong Panjaitan. Sebetulnya, Sintong tak sendiri, mantan jenderal lainnya juga ikut serta. Namun yang menjadi sorotan adalah Sintong.
Kenapa Presiden Jokowi harus memanggil mantan Danjen Kopassus itu? Tentu bukan sekadar silaturahmi biasa, tetapi sangat erat kaitannya dengan situasi politik nasional yang justru makin memanas usai Pilpres.
Sintong dibutuhkan Jokowi untuk ikut meredam panasnya gejolak politik terutama yang bersangkutan dengan mantan perwira tinggi TNI.
Sintong memiliki ikatan psikologis yang cukup erat dengan Prabowo Subianto semasa bertugas di Kopassus. Sintong atasan paling tinggi, Prabowo bawahan, juga Luhut Panjaitan. Garis komando bermula dari Sintong, turun ke Luhut lalu ke Prabowo.
Lalu saat Luhut gagal membujuk Prabowo, maka Sintong diminta Jokowi untuk turun gunung. Kalaupun Prabowo menolak bertemu Jokowi, tetapi rasanya sulit untuk menolak Sintong. Ikatan psikologis di antara senior-junior dan atasan-bawahan akan meluluhkan hati Prabowo.
Sehingga misi utama yang diemban Sintong saat ini adalah membujuk Prabowo agar bersedia melakukan rekonsiliasi politik dengan Jokowi. Agar situasi politik nasional kembali normal. Tak gaduh seperti sekarang.
Adapun misi lain yang diharapkan dari Sintong adalah meredam gejolak politik di antara sesama purnawirawan TNI yang berada di dua kubu berbeda.
Pentingnya peran Sintong kian mendesak ketika Kepolisian akhirnya menetapkan Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebagai tersangka dugaan makar, kepemilikan senjata api ilegal, serta penyebaran hoaks.
Tadinya, saya berpendapat polisi akan mengambangkan status hukum Kivlan, khususnya terkait makar. Itu karena dampak psikologisnya terhadap TNI cukup dahysat.
Apalagi yang menjadi tersangka makar adalah seorang mantan jenderal yang telah mengabdi kepada bangsa hingga puluhan tahun. Risikonya terlalu besar.
Tak hanya Kivlan, Mayjen (Purn) Soenarko juga ditetapkan tersangka kepemilikan senjata api ilegal. Maka jangan dianggap enteng ketika dua mantan jenderal harus berurusan dengan polisi.