Lihat ke Halaman Asli

Ishak Pardosi

TERVERIFIKASI

Spesialis nulis biografi, buku, rilis pers, dan media monitoring

Nasib Apes Karen Agustiawan, Sudah Lincah Malah Terjerat Hukum

Diperbarui: 10 Mei 2019   23:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karen Agustiawan (Kompas.com)

Mantan Dirut PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan barangkali adalah salah seorang pimpinan BUMN yang tergolong apes. Niat hati ingin membesarkan perusahaan, eh malah harus berujung di meja pengadilan. Unik sekaligus mengundang tanya. Ada apa sebenarnya yang terjadi?

Karena keunikan itulah kasus Karen menjadi menarik dicermati. Plus, ada faktor tanda tanya yang mengikutinya. Bagaimana mungkin Karen yang sebenarnya berusaha membesarkan Pertamina, tetapi malah dituduh merugikan negara hingga Rp 586 miliar.

Baiklah mari kita runut dulu persoalannya. Peristiwa ini sudah cukup lama, tepatnya 10 tahun lalu. Saat itu, Karen sebagai Dirut perempuan pertama yang dipercaya memimpin Pertamina menggoreskan visinya: menjadikan Pertamina sebagai perusahaan migas kelas dunia.

Salah satu misi yang dijalankan Pertamina adalah mencari blok migas ke seluruh dunia. Singkat cerita, ketemulah sebuah blok migas di Australia: Basker Manta Gummy (BMG). Karen tertarik dan memutuskan untuk membeli saham BMG sebesar 10 persen.

Namun Karen mustahil mengambil keputusan sepihak tanpa melalui prosedur berlaku. Antara lain, melakukan studi kelayakan, perhitungan untung-rugi, hingga yang terakhir meminta restu Dewan Komisaris Pertamina.

Oke deal! Seluruh tahapan itu dilalui dengan sempurna. Tidak ada masalah. Saham Blok BMG akhirnya dikuasai Pertamina sebesar 10 persen.

Apa lacur, produksi blok migas itu ternyata bermasalah. Alhasil, proyeksi pendapatan Pertamina dari BMG otomatis meleset. Dari sinilah awal mula Karen dibidik Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga ditetapkan sebagai tersangka pada Maret 2018 lalu. 

Karen dianggap buru-buru mengambil keputusan yang akhirnya merugikan keuangan negara. Bahasa sederhananya, kenapa sih harus beli produk gagal?

Di sinilah letak keunikan kasus Karen. Saat seluruh prosedur dan tahapan sudah dilewati, ia masih aman-aman saja. Namun ketika keputusan bisnisnya merugi, ia malah dituduh merugikan negara.

Di sisi lain, seandainya Karen tak melakukan apa-apa, ia juga dengan mudah akan dituduh sebagai pimpinan BUMN yang tak kreatif, miskin ide, dan sebagainya.

Padahal, kalau kita membaca literatur soal migas, bisnis ini tergolong high cost dan high risk. Biaya tinggi dan risiko tinggi. Berbeda dengan bisnis batubara, misalnya, yang ibarat kata hanya mengeruk bebatuan tanpa didahului tahapan-tahapan penelitian yang cukup panjang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline