Di sisa dua bulan kampanye menjelang pencoblosan, capres Jokowi dan Prabowo masih terus bersaing sehingga masih sulit menebak siapa yang bakal menjadi pemenang. Sebagai capres petahana, Jokowi memiliki kelebihan dengan menjual prestasi dan pencapaian selama memimpin. Namun capres Prabowo juga punya keunggulan, yakni menawarkan perbaikan yang lebih unggul dari Jokowi.
Namun belakangan, kampanye menjual program sepertinya tidak lagi efektif menarik simpati publik. Harus ada yang berbeda dan unik yang langsung menyasar ke titik lemah lawan. Hal inilah yang mungkin sudah disadari Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Sehingga di sisa kampanye ini, tim Jokowi sudah bersiap menerapkan strategi perang total.
Apalagi, Ketua Harian TKN Jenderal (Purn) Moeldoko, seperti diberitakan berbagai media massa, Rabu (13/2/2019) telah mengantongi center of gravity pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Istilah center of gravity sendiri sering digunakan dalam dunia militer untuk merujuk titik pusat dari kekuatan lawan dalam sebuah pertempuran.
Meski tidak menjelaskan detail tentang strategi perang itu, Moeldoko yang mantan Panglima TNI ini tentunya sangat kompeten dalam strategi perang. Namun yang jelas, konsep perang total tim Jokowi dipastikan akan selalu mendahului alias menyerang lebih dulu. Dalam arti, tim Jokowi akan menjadi penentu isu, dan bukan menghalau isu yang dihembuskan tim Prabowo.
Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf, Johnny G Plate dalam keterangannya kemudian menambahkan, bahwa perang total yang dimaksud adalah memetakan wilayah-wilayah yang menjadi titik kekuatan capres penantang. Dengan kata lain, tim Jokowi akan langsung menggempur basis massa yang menjadi lumbung suara Prabowo.
Menurut tim Jokowi, terdapat 5 kategori wilayah yang dijadikan sebagai target sasaran. Kelima wilayah itu juga tidak hanya terbatas pada tingkat provinsi saja, tetapi juga menyasar daerah dengan lingkup yang lebih kecil. Meski tidak membocorkan, dan memang begitu seharusnya, wilayah sasaran yang paling mungkin digenjot tim Jokowi tetap berada di wilayah Pulau Jawa.
Pemilihan wilayah ini tentu sangat masuk akal mengingat populasi penduduk terbesar di republik ini berada di Pulau Jawa. Dimulai dari Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Kelima provinsi ini merupakan daerah pertarungan politik yang sebenarnya bagi kedua kubu. Boleh saja kalah di wilayah Indonesia lainnya, asalkan menang mutlak di Jawa, maka tampuk kekuasaaan akan digenggam.
Namun berkaca dari pengalaman sebelumnya yakni pada Pilgub 2018 lalu, wilayah Banten dan Jawa Barat merupakan wilayah yang sepertinya akan digempur habis-habisan oleh tim Jokowi. Tim Jokowi tentu saja tidak mau kehilangan momentum kedua kalinya, setelah cagub-cawagub yang diusung PDIP dan koalisinya, mengalami kekalahan di kedua provinsi ini.
Kemudian, karena tidak terbatas di wilayah provinsi saja, sejumlah kabupaten/kota di kedua provinsi ini, juga sangat penting mendapat penetrasi politik yang lebih serius lagi. Jika dipersempit ke wilayah yang lebih kecil, wilayah Kabupaten Bogor, Kota Depok, maupun Kota Bekasi yang masuk ke Provinsi Jawa Barat, merupakan tiga wilayah yang tampaknya perlu mendapat 'serangan darat' secara masif dari tim Jokowi.
Di ketiga wilayah ini, secara kasat mata, kubu Prabowo-Sandi memang terlihat unggul ketimbang Jokowi-Ma'ruf. Padahal penduduk ketiga wilayah ini cukup gemuk sehingga berpotensi menjadi salah satu lumbung suara.
Itu belum termasuk wilayah setingkat kabupaten/kota di Provinsi Banten. Namun dengan kehadiran KH Ma'ruf Amin yang juga berasal dari Banten, wilayah yang lebih kecil di ujung Pulau Jawa ini, kubu Prabowo kemungkinan besar sudah sulit bergerak di sana.