Legislator PDIP Effendi Simbolon membongkar ketidakkompakan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan KSAD Jenderal Dudung Abdurachman di salah satu rapat dengar pendapat di DPR Senayan. Salah satu yang disebutkan sebagai penyebabnya adalah tidak lulusnya putra Jenderal Dudung menjadi Taruna Akademi Militer karena "kurang tinggi badan dan kurang umur".
Penggunaan kata yang menyamakan TNI AD dengan gerombolan layaknya ormas memicu kegaduhan kemudian. KSAD Jenderal Dudung sempat mengerahkan anak buahnya -- dari Kopral sampai Letnan Kolonel -- untuk melakukan protes keras dengan mengunggah banyak video yang kemudian beredar di tengah masyarakat. Setelah Effendi Simbolon meminta ma'af kemudian keributan mereda.
Dulu Pernah Kompak
Majalah TEMPO terbaru menurunkan laporan hubungan kedua jenderal ini yang dulunya pernah akrab. Beda satu tahun angkatan, Andhika lulus 1987 sedangkan Dudung 1988. Sama-sama pernah mengenyam pendidikan intelijen.
Karir keduanya melesat ketika perwira tinggi. Dan dalam beberapa jabatan tinggi, Dudung menggantikan Andika. "Kelebihan" yang dimiliki Andika sebagai menantu mantan Kepala BIN A. M. Hendropriyono yang dekat kepada Presiden Jokowi menjadikannya satu tingkat lebih tinggi daripada Dudung. Pada sisi lain, Dudung dekat dengan bu Mega, Ketua Umum PDIP yang adalah partai pendukung Jokowi. Waktu menjabat Gubernur Akmil, Dudung mendirikan patung Bung Karno dan diresmikan bu Mega.
Bersaing Merebut Puncak, Awal Mula Seteru
Bukan ketidaklulusan putra Dudung sebagai pemicu keretakan hubungan kedua jenderal yang sangat potensial ini. Konon dimulai ketika persaingan jabatan Panglima TNI. Andika yang menjabat KSAD ketika itu bersaing dengan Dudung yang menjabat Pangkostrad. Andika menganggap Dudung tidak mendukungnya dalam kompetisi dimaksud.
Oh ya, putra Dudung -- Mohamad Akbar Abdurachman -- kemudiannya diluluskan sebagai taruna Akmil, namun situasinya kadung tidak baik. Hal itu "sekadar" memanaskan situasi.
Beda gaya kepemimpinan -- Andika sangat tegas menghukum anak buah yang melanggar aturan, sebaliknya dengan Dudung -- dan terlalu jauh keterlibatan Andika pada urusan KSAD juga menjadikan hubungan keduanya tidak baik.
Sebaliknya, Andika tidak mendukung Dudung ketika masih Pangdam Jaya untuk menjadi Pangkostrad. Kelihatannya, kekurangharmonisan disebabkan latar belakang sejarah yang tidak saling dukung.
Bagaimana dan Kemana Selanjutnya?
Masa dinas Andika tinggal 3 bulan dan Dudung 1 tahun 2 bulan menjelang pensiun dari kedinasan. Walau ada wacana untuk perpanjangan masa dinas, namun besar kemungkinan akan kandas. Lagian, setelah ada kegaduhan yang tidak disukai Istana tentunya, mungkin Presiden tidak akan mempertahankan Andika.
Sesuai ketenttuan, pergantian Panglima TNI saat ini mengacu pada Pasal 13 dan Pasal 53 UU 34 Tahun 2004. Dari ketentuan pada kedua pasal tersebut, tidak ada aturan yang membuka peluang perpanjangan masa dinas bagi perwira yang menduduki jabatan tertentu seperti Panglima TNI. Artinya, Presiden segera bersiap-siap mencari pengganti Andika. Setelah 05 Oktober (perayaan HUT TNI) mungkin akan ada kejelasan.