Lihat ke Halaman Asli

Pardomuan Gultom

Dosen STIH Graha Kirana

Jadi WN Singapura, Indonesia Hadapi Brain Drain

Diperbarui: 6 Agustus 2023   20:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Migrasi (Sumber Gambar: iom.int)

Migrasi umumnya dalam istilah demografi sering disebut sebagai mobilitas populasi (population mobility) atau secara lebih khusus disebut mobilitas teritori (teritorial mobility) yang mengandung makna gerak spasial, fisik, dan geografis, baik yang bersifat permanen maupun non-permanen. Migrasi dianggap sebagai dimensi gerak penduduk secara permanen, sedangkan dimensi gerak penduduk non-permanen terdiri dari sirkulasi dan komutasi.

Seseorang dikatakan telah melakukan migrasi apabila orang tersebut melakukan pindah tempat tinggal secara permanen atau relatif permanen untuk jangka waktu tertentu dengan menempuh jarak minimal tertentu atau pindah dari satu unit geografis ke unit pemerintahan, baik negara maupun bagian-bagian dari negara.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (1994) memberikan definisi migrasi sebagai perubahan tempat tinggal dari satu unit geografis tertentu ke unit geografis yang lain. Dari definisi tersebut terdapat dua unsur pokok migrasi, yaitu dimensi waktu dan dimensi geografis. Unsur waktu dibatasi dengan permanenitas dan unsur jarak dibatasi dengan unit geografis. Perubahan tempat tinggal yang tidak permanen dan perpindahan dalam unit geografis yang sama tidak digolongkan sebagai migrasi.

Perpindahan tersebut bisa dibedakan antara mereka yang berpindah atas pilihan sendiri (voluntary migration) dan mereka yang terpaksa meninggalkan tanah kelahiran (involuntary migration) sebagai pekerja (migrant worker), pengungsi (refugee) atau pencari suaka (asylum seeker).

Faktor Migrasi

Ada beberapa faktor yang membuat manusia bermigrasi, seperti faktor dari negara asal, bisa berupa bencana alam, pengangguran, tekanan pemerintah, atau perang. Dan faktor yang berasal dari negara tujuan, seperti daya tarik ekonomi, kesamaan budaya, menempuh pendidikan, kesempatan mendapatkan pekerjaan dengan imbalan yang lebih baik, dan kesempatan mendapatkan kebebasan yang lebih baik dari daerah asal.

Bhagwati dalam bukunya yang berjudul "Defense of Globalization" (2004), mengelompokkan migrasi ke dalam tiga tipe, antara lain: pertama, arus imigrasi dari negara miskin ke negara kaya dengan perbedaan implikasinya apabila arus tersebut berjalan sebaliknya. Kedua, arus imigrasi pekerja ahli dan pekerja non-ahli, yang pada awalnya dianggap menyebabkan problem brain-drain di negara yang ditinggalkan. Dan ketiga, arus imigrasi secara illegal dan legal, yang dipicu oleh kondisi dan situasi, misalnya akibat perselisihan dan tekanan, sehingga migrasinya dapat bersifat sukarela (voluntary migration) ataupun karena paksaan (involuntary migration), seperti arus pengungsi.

Brain drain merupakan salah satu fenomena penting berkaitan dengan migrasi internasional. India menjadi negara dengan konsentrasi brain drain terparah pada tahun 1960-an, ketika banyak dari tenaga profesionalnya memilih untuk menetap di Kanada dan Amerika Serikat. Akan tetapi kondisi tersebut tidak bersifat permanen. Brain drain yang dialami India hanyalah tahap sementara yang pada akhirnya membawa keuntungan bagi India sendiri, dimana sejak awal tahun 2000 banyak dari tenaga profesional asal India kemudian memilih untuk kembali ke tanah airnya.

Maka, sesuai dengan teori migrasi Internasional yang dikemukakan Bhagwati (2004), fenomena perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain dilatarbelakangi oleh faktor pendorong dan penarik (pull and push factors), India mampu mengubah brain drain menjadi brain gain atau remigrasi pada periode 1991 hingga 2008. Kondisi ini disebabkan karena faktor penarik yang berasal dari India sendiri, yaitu adanya transisi kebijakan ekonomi serta upaya pemerintah menciptakan iklim kondusif bagi investasi asing di negaranya. Sementara dari sisi yang berlawanan, yaitu faktor pendorong tunggal, disebabkan karena melemahnya kondisi perekonomian Amerika Serikat sebagai akibat dari fenomena dot-com bubble tahun 2000. Dengan demikian, India dikatakan berhasil mengubah fenomena brain drain menjadi brain gain yang mendatangkan sejumlah keuntungan bagi India. Selain itu, dalam dua dekade terakhir, migrasi tenaga kerja India terampil dan terdidik meluas ke negara-negara maju lainnya, misalnya Inggris, Australia, dan Selandia Baru.

Dalam kaitan ini penting dibedakan antara tekanan ekonomi (economic pressure) sebagai faktor pendorong (push factors) dengan kebutuhan ekonomi (economic necessity) sebagai factor penarik (pull factors).  Faktor pendorongnya adalah kemiskinan di daerah atau negara asal, dalam arti minimnya tingkat pendapatan, untuk menambah penghasilan, dan kedudukan yang tidak memuaskan di daerah atau negara asal. Sementara faktor penariknya dapat berupa tingginya tingkat penghasilan di daerah atau negara tujuan. Kecenderungan semacam ini dapat dipahami sebagai suatu yang betul-betul dirasakan terutama di daerah pedesaan atau negara dengan tingkat pendapatan yang rendah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline