Lihat ke Halaman Asli

Menjaga Mentalitas dari Sentimen dan Pengelompokan Sosial Pasca Pemilu

Diperbarui: 23 Februari 2024   02:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENJAGA MENTALITAS DARI SENTIMEN DAN PENGELOMPOKAN SOSIAL PASKAH PEMILU

Bulan februari 2024 menjadi catatan untuk rakyat Indonesia, sebab bulan ini menjadi 2 hal yang perlu diingat yaitu hari valentine dan pesta demokrasi Indonesia. Saat ini bukan saja rakyat Indonesia yang menyenangi pesta demokrasi, bahkan pemimpin dunia mengucapkan selamat pada pemenang kontestasi pemilu.Secara harfiah, euforia ini bermakna pada situasi kebahagian ekstrem dan melebihi kewajaran dalam menyikapi sebuah kemenangan. Hal ini dipengaruhi oleh sikap dan tindakan yang dilakukan oleh orang-orang maupun personal yang mendukung secara fanatik pada salah satu calon.

Dimasyarakat baru-baru ini menimbulkan sebuah pertanyaan, "apakah aku masih menjadi sahabatnya?"  hal ini dipengaruhi oleh sikap dan karakter manusia yang masih suka dalam pengelompokan dan sentiment yang menjadikan sebuah dinamika internal disebuah kawasan kecil seperti kompleks.Tidak menjadi sebuah jaminan jika dibulan yang sama kita mendapatkan coklat atau roti yang menjadi simbol kasih sayang untuk kita semua, bahkan ada saja mentalitas kita hanya dipengaruhi oleh segelintir kelompok atau perorang yang bersumber pada titik kepentingan semata.

Definisi sentimen adalah sikap pemikiran atau penilaian yang didorong oleh perasaan (2017). Jika melihat arti penting sentimen diatas, menjaga psikomotorik sangatlah perlu sebab sumber permasalahan yang paling inti dari perpecahan yaitu sentiment yang dibangun bersifat negatif. Sehingga acap kali ini digaungkan dikala pemilu memerlukan netralitas dan kerukunan antar setiap elemen masyarat, dalam mengawal pemilu yang jujur dan adil.Menjadi catatan buruk ketika kita melihat, banyak kejadian yang tidak diinginkan hanya perkara kita tidak mampu menjaga mentalitas dari sentimen dan pengelompokan sosial yang banyak menimbulkan kerugian besar bagi banyak orang.

Kelompok sosial diartikan sebagai kumpulan manusia yang memiliki kesadaran akan keanggotannya dan saling berinteraksi (Paul B.Horton dan Chester L.Hunt) dan juga sebagai cici-cirinya yaitu dorongan/motif yang sama dan akibat interaksi. Artinya jika suatu saat ada pertikaian bukan tidak mungkin para kelompok ataupun secara individu saling melindungi tanpa melihat situasi dan kondisi hanya karena berbeda pandangan dan pikiran, baik itu sebelum dan sesudah pemilu.Ada contoh yang mungkin bisa kita ingat bersama, yang bisa kita jadikan bahan refleksi yaitu Kerusuhan Mei 1998 yang dimana kerusuhan rasial terhadap etnis tionghoa, kerusuhan diawali oleh krisis finansial asia dan dipicu tragedi trisakti. Hal ini juga yang ditandai  sebuah kebijakan pemerintah pada saat itu yang dimulai pada krisis moneter 1998. Artinya banyak pihak yang dapat berdampak jika kita tidak mampu menjaga mentalitas dari sentimen dan pengelompokkan sebagai warga negara.

Coklat dan roti yang manis menjadi tanda, hidup berdampingan bukan prihal daging  dan kehidupan yang mewah yang selalu manis karena bergelimang dengan harta. Namun bagaimana kita mampu menciptakan nilai-nilai yang berwawasan kebanggsan yang mampu merangkul setiap lapisan masyarakat guna menciptakan kawasan yang mampu pulih dan bangkit dari keterpurukan, baik kepada pendukung serta partisipan pemilu yang kalah. 

Walau ada baru-baru ini yang masih  berdemo dalam menolak hasil pemilu februari 2024, yang mengatasnamakan kelompok tertentu untuk menyuarakan kebenaran terkait kecurangan dan  tindakan KPU yang condong pada calon tertentu. Namun hal-hal yang seperti ini harus dimulai dengan jangan menjadi pengikut dalam hal aksi yang belum tahu tahu kebenarannya dan salah satu yang terpenting ialah berani dalam menerima kekalahan, disitulah letak nilai-nilai wawasan kebangsaan kita sebagai rakyat dalam menjaga kerukunan setiap elemen masyarakat.

Suasana kejiwaan dan pola pikir menjadi hal yang utama, dalam menyikapi setiap peristiwa. Dari sana akan timbul sebuah kesadaran akan  panggilan yang berdasar pada rohani dan jasmani. Yang dimana panggilan yang berdasar pada rohani yang bersumber pada pesan-pesan kenabian (suara kebenaran) dan suara jasmani yang masih bersumber pada orang-orang itu sendiri yang akan menjadi terang bagi banyak orang.

Kiranya sebagai warga negara kita patut bersyukur akan hal ini, karena untuk menjadi bangsa yang besar kita harus belajar dari masa lalu. Sebab bukan perkara yang sulit untuk mengalahkan para penjajah asal mampu memperkuat persatuan dan kesatuan, namun begitu sulitnya melawan bangsa sendiri yang juga pernah diamanatkan bung karno kepada bangsa ini.

PARDAMEAN SILALAHI

MAHASISWA USU

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline