Lihat ke Halaman Asli

Memerangi Narkoba Melalui Pendidikan Kedokteran

Diperbarui: 21 Mei 2016   22:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia semakin menunjukkan komitmennya dalam berperang melawan narkoba sejak bapak Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa Indonesia berada dalam kondisi darurat narkoba. Di berbagai media nasional hampir setiap hari diberitakan tentang penggerebekan ‘sarang narkoba’ atau penangkapan ‘bandar narkoba’. Komitmen untuk mengatasi permasalahan terkait narkoba juga dilakukan oleh para akademisi di Indonesia dengan mengembangkan pendidikan kedokteran adiksi. Ketika tindakan yang bersifat supresif dan menghukum banyak diberitakan, pengembangan pendidikan kedokteran adiksi, sayangnya, luput dari perhatian media dan masyarakat.

Dalam jurnal ilmiah The Lancet, kelompok akademisi dan profesional Indonesia, yang dimotori oleh Prof. Irwanto, mengingatkan pemerintah mengenai pentingnya melakukan intervensi yang berbasis bukti dalam menghadapi masalah narkoba di Indonesia. Bukti-bukti ilmiah menunjukan bahwa intervensi yang bersifat supresif dan menghukum bukanlah solusi yang efektif. Berbagai penelitian ilmiah membuktikan bahwa adiksi narkoba adalah penyakit otak yang membutuhkan terapi medis. Sayangnya, hasil-hasil penelitian tersebut masih belum banyak dikenal dan diterapkan, termasuk di dunia kedokteran. Salah satunya karena topik terkait narkoba tidak banyak diberikan dalam pendidikan kedokteran. Padahal, mendidik para dokter tentang narkoba dan permasalahannya juga terbukti menjadi salah satu strategi yang efektif dalam mengatasi permasalahan narkoba.

Paparan berulang berbagai jenis narkoba menyebabkan perubahan mekanisme kerja dan struktur otak. Manifestasi dari pengaruh narkoba pada otak adalah terjadinya perubahan pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Dunia kedokteran menyebut narkoba sebagai zat psikoaktif. Sifat psikoaktif pada narkoba membuat para pengguna menjadi rentan mengalami penyakit otak kronis yang berulang, yaitu adiksi atau gangguan penggunaan zat (substance use disorder). Gangguan penggunaan zat  digolongkan sebagai penyakit dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder 5 dari asosiasi psikiater Amerika (American Psychiatric Association). Organisasi kesehatan dunia (World Health Organisation) dalam International Classification of Disease 10 menggolongkan berbagai bentuk penggunaan zat psikoaktif sebagai penyakit. Dalam kondisi adiksi atau gangguan penggunaan zat, terapi medis sangat diperlukan oleh orang yang menggunakan narkoba untuk dapat membantu menghentikan atau mengatasi penggunaannya. Penggunaan narkoba juga terkait erat dengan berbagai komplikasi medis. Contoh yang banyak terjadi di Indonesia adalah infeksi human immunodeficiency virus (HIV) dan hepatitis C. Penggunaan narkoba juga terkait dengan penyakit jantung, pernapasan, dan gangguan kejiwaan. Dengan demikian, dokter umum maupun dokter spesialis di bidang apapun akan sangat mungkin bertemu dengan pasien yang mempunyai riwayat penggunaan narkoba.

Narkoba sebagai masalah kesehatan membuat kompetensi dokter dalam menangani permasalahan ini menjadi penting. Sayangnya, banyak dokter yang merasa tidak atau kurang mampu merawat pasien dengan masalah narkoba. Masih banyak juga dokter yang beranggapan bahwa narkoba bukan merupakan masalah kesehatan sehingga tidak menjadi tanggung jawab mereka. Kondisi ini menuntut pendidikan kedokteran untuk membekali para dokter dengan kompetensi dalam mendeteksi gangguan penggunaan zat dan merawat pasien tersebut. Sayangnya pendidikan kedokteran terkait topik narkoba, atau yang disebut sebagai pendidikan kedokteran adiksi, masih jauh dari cukup di Indonesia.

Universitas Katolik Indonesia (Unika) Atma Jaya dan Universitas Padjajaran adalah dua universitas yang mulai merintis pengembangan pendidikan kedokteran adiksi di Indonesia. Fakultas kedokteran Unika Atma Jaya memulai pendidikan kedokteran adiksi di tahun 2009 sementara Fakultas kedokteran Universitas Padjajaran menjadi tuan rumah penyelenggaraan Indonesian Short Course in Addiction Medicine (ISCAN) sejak tahun 2015. Pendidikan kedokteran adiksi di Unika Atma Jaya ditujukan bagi mahasiswa kedokteran sebagai salah satu topik yang dapat dipilih pada tahun ke empat. Universitas Padjajaran menawarkan ISCAN untuk para dokter yang ingin meningkatkan kompetensi di bidang adiksi. Evaluasi dan penelitian terkait efektivitas pendidikan kedokteran adiksi juga terus dilakukan oleh kedua universitas ini dengan tujuan meningkatkan kualitas pendidikan tersebut. Inisiatif yang dilakukan oleh Unika Atma Jaya dan Universitas Padjajaran dalam mengembangkan pendidikan kedokteran adiksi perlu didukung oleh pemerintah dan masyarakat. Institusi pendidikan kedokteran lain di Indonesia perlu mencontoh inisiatif tersebut dengan ikut mengembangkan pendidikan kedokteran adiksi. Tujuan akhir dari pendidikan kedokteran adiksi adalah menghasilkan dokter-dokter yang kompeten dalam pencegahan, mendeteksi, merawat, dan menangani pasien dengan masalah kesehatan terkait narkoba. Dengan meningkatkan kompetensi para dokter maka kualitas dan kuantitas layanan kesehatan untuk pasien dengan masalah narkoba akan meningkat. Para dokter juga dapat berkontribusi dalam memberikan edukasi ke masyarakat untuk mendukung program pencegahan penggunaan narkoba. Pada akhirnya tentu akan berkontribusi dalam mengatasi kondisi darurat narkoba di Indonesia. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline