Lihat ke Halaman Asli

Paras Tuti

TERVERIFIKASI

Cakrawala Dunia Indonesia-Jepang

Ajakan Mandi Bersama, Salah Satu Bentuk Penghormatan bagi Orang Jepang

Diperbarui: 10 Juli 2015   18:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

                                                    Gambaran 'onsen' jaman dulu (gambar 1)

Kebiasaan orang Jepang mandi dan berendam bersama di suatu tempat wisata dalam suasana bahagia ini tidak mudah diterima oleh orang asing, termasuk orang Indonesia. Padahal mandi dan berendam air panas rame-rame ini, suatu tanda bahwa satu sama lain sudah saling mengakui sebagai anggota dalam suatu komunitas. Termasuk saat suatu keluarga Jepang menerima anggota baru, misalnya menantu dalam keluarga tersebut.

Kebiasaan mandi dan berendam tersebut tidak sekedar membersihkan badan, bagian dari aktivitas sehari-hari, seperti halnya yang dilakukan orang Indonesia, yakni mandi sehari dua kali, pagi dan sore. Tetapi lebih untuk relaksasi diri dan mempertebal ikatan silaturrahim dalam suatu kelompok.

Sebetulnya mandi bersama untuk membersihkan badan, bagi sebagian orang Indonesia ini pun adalah hal yang wajar, apalagi jika kehidupan dan tempat tinggalnya jauh dari fasilitas sanitasi yang memadai. Tetapi kebiasaan mandi bersama, dengan tujuan untuk saling mengenal lebih jauh satu dengan yang lain, tidak dimiliki oleh orang Indonesia. Mungkin karena bagi orang Indonesia untuk mengenal satu dengan yang lain, lebih mudah jika dibandingkan dengan orang Jepang yang terkenal kaku dalam hubungan sosialnya. 

Seorang teman bersuamikan orang Jepang menceritakan pengalamannya, kali pertama berinteraksi dengan keluarga suaminya. Pengalaman itu sudah lebih dari 10 tahun lalu. Tetapi sampai sekarang masih ada suatu nada kemarahan, kekecewaan saat menceritakannya.

10 tahun lalu, saat dia baru menikah dan awal hidup di Jepang, negara suaminya, keluarga besar suaminya berniat untuk mengadakan semacam tasyakuran pernikahan anak lelakinya, dengan cara merayakannya di onsen (tempat wisata dan pemandian umumair panas). Sayang sekali, tidak ada informasi untuknya, mengenai cara pikir dan kebiasaan orang Jepang berkaitan dengan kegiatan mandi dan berendam bersama ini. Yaitu, jika seseorang diajak mandi dan berendam bersama di Onsen, itu berarti, sudah ada suatu penerimaan dan pengakuan yang besar. Jadi bisa dikatakan sebagai sambutan besar untuk seorang menantu orang asing oleh keluarga suaminya. Begitu juga sebaliknya, tidak ada tidak ada informasi bagi keluarga besar suaminya, bahwa mandi dan berendam bersama tanpa selembar baju itu, tujuannya untuk lebih saling mengenal lebih jauh. 

Mengapa orang Jepang menganggap bahwa berendam bersama dalam keadaan tak berbaju itu sebagai bentuk penerimaan dan pengakuan? Ada suatu anggapan, untuk mempertinggi rasa kepercayaan satu sama lain dalam suatu kelompok, dengan bertelanjang bulat, merupakan simbol dari kepolosan, dan kepercayaan. Ada suatu cerita, konon ada dua samurai yang akan bertanding mempertaruhkan hidup dan matinya. Sebelum pertarungan dimulai, keduanya membersihkan diri jasmani dan rohaninya di onsen. Semua atribut untuk bertanding dilepaskan saat berendam bersama. Dari sini sportivitas, kejujuran dan kepercayaan teruji oleh masing masing orang.

Begitu juga keluarga besar suaminya, mengajak mandi dan berendam bersama adalah bentuk dari penerimaan seutuhnya, tidak ada sedikitpun yang disembunyikan. Dan sebuah ajakan adalah suatu penghormatan, karena jika tidak sreg dihati oleh member keluarga besar lainnya, tidak akan ada ajakan. Tapi sayang, yang tertangkap oleh menantu orang Indonesia itu adalah suatu penghinaan, pelecehan karena dipaksa oleh sikon untuk tidak berbaju di hadapan banyak orang.            

Dalam hal ini sebetulnya, peran suami orang Jepang ini, dituntut sebagai mediator antara istrinya orang Indonesia dan keluarga besarnya. Bahwa ajakan mandi dan berendam bersama bukanlah satu satunya cara untuk menghormati masuknya calon member keluarga besar. Dan silaturrahim atau pun membangun rasa kepercayaan ini sebetulnya bisa digantikan dengan aktivitas lain yang bisa dianggap lumrah bagi kedua belah pihak.

Beda budaya, beda pula dalam penilaian. Perbedaan ini bisa dipertipis dengan pemberian informasi yang cukup bagi kedua belah pihak. Karena tidak mendapatkan informasi pada orang-orang baru yang akan menjadi anggota dalam suatu komunitas tersebut, mengakibatkan kesalah pahaman yang sifatnya permanen pada masing masing pihak yang akan dipertemukan. Budaya dan kebiasaan yang berbeda ini pula yang membawa ke suatu pemikiran, bahwa sesuatu hal itu berterima atau tidak bagi seseorang yang berbeda latar belakang kehidupannya.

                                                       Gambaran 'onsen' jaman dulu (gambar 2)
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline