Hampir seminggu Mio chan homestay, dan hidup sebagaimana biasanya orang Indonesia. Rasa penasaran yang menumpuk, terurai satu demi satu ketika kami makan malam bersama.
Mio chan adalah mahasiswa Jepang, datang ke Indonesia dalam rangka mengikuti kegiatan program pengenalan lapangan mengajar bahasa Jepang untuk orang asing. Program tersebut terselenggara atas kerjasama tiga instansi besar, salah satunya adalah Universitas Negeri Surabaya sebagai tempat untuk praktek PPL nya. Selama beberapa hari di Surabaya, ada banyak pertanyaan yang bersliweran di kepala Mio chan. Berikut, beberapa di antaranya tumpukan rasa penasaran itu.
1) Semua Orang Indonesia Akrab dengan “mio”
Setiap memperkenalkan diri “Nama saya Mio”, semua orang langsung menanggapi dengan sebuah nama produk motor. Setelah saya tunjukan benda yang sebenarnya, baru Mio chan manggut manggut, sembari kebanggaan dirinya akan bangsanya meninggi. Betapa tidak, sepeda motor ini salah satu produk Jepang yang angka jualnya termasuk bagus di Indonesia. Alasan irit bahan bakar, karena teknologinya menyebabkan digemari banyak orang.
2) Seribu Undangan di Resepsi Pernikahan Hotel Bintang Lima
“Begitu kayakah orang-orang Indonesia?” itu adalah penasaran yang melekat di kepala Mio chan saat mendatangi resepsi tersebut. Pemandangan para tamu undangan yang datang mengalir seakan tiada henti saat antri bersalaman dengan mempelai itu, membuat Mio chan terperanggah.
Mengapa demikian? Karena resepsi pernikahan di negaranya, paling banyak hanya dihadiri 100 orang. Angka itu sudah termasuk keluarga inti dan keluarga besarnya. “Kualitas” dan “mahal” itu yang menjadikan resepsi pernikahan itu per kepala tamu yang hadir bernilai mahal. Bukan makan prasmanan dengan cara yang simple, seperti bersalaman dilanjut menyantap sajian saja. Tetapi lebih pada jamuan makan yang lengkap, duduk manis mengikuti semua tahapan acara sampai selesai. Saya mencoba menjelaskan pada Mio chan, acara-acara seperti ini adalah kesempatan baik untuk saling menjalin network dan silaturrahim satu sama lain. Dan inilah salah satu tujuan dari si tuan rumah.
3) Perayaan Ulang Tahun di Restoran Cepat Saji
“Sensei, di lantai dua banyak sekali anak-anak pakai topi kertas, apa mungkin itu acara Ultah?”. Begitu pertanyaan keluar begitu saja saat mobil yang kita tumpangi berhenti di lampu merah dan terlihat keceriaan anak-anak dan beberapa badut bersliweran.
Restoran cepat saji yang bisa menyediakan ruangan cukup menampung sekitar 50-100 orang itu, susah ditemui di Jepang. Sesuai dengan namanya, restoran cepat saji, bukan untuk menyelenggarakan suatu acara, misal acara minum (di Indonesia, acara makan-makan), tetapi lebih pada fungsinya yang sekedar untuk singgah atau istirahat untuk lanjut pada kegiatan yang selanjutnya.
4) Perumahan Mewah Bersanding dengan Rumah Biasa
Perjalanan ke kampus Unesa dari arah tempat tinggal sementara Mio chan ini, selalu lewat perumahan besar dan mewah. “Ini rumah tinggal?” cetus Mio chan saat melihat dari kaca mobil. Bagaimana cara membersihkan, berapa nilai harga rumahnya, seperti apa orang yang mendiaminya. Pertanyaan-pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibirnya.
Sementara keheranannya belum tuntas, begitu keluar dari area itu, terlihat pemandangan rumah-rumah biasa. Bertambah lagi keheranannya. Mengapa ada gap yang besar, pada satu area yang sama.
Itulah salah satu ciri dari Negara Indoensia yang beragam penuh dengan perbedaan-perbedaan yang signifikan, saya menjelaskannya. Tidak seperti negara Jepang yang hampir merata pada setiap segmen kehidupan.
5) Sepeda Motor Sekeluarga
Bepergian naik motor sekeluarga, dan banyak yang bonceng tidak berpegangan pada si pengemudi atau pun pada badan motor, membikin Mio chan takjub tiada henti. Bukan itu saja, motor yang kayak menyemut dan semuanya saling serobot terutama pada lampu lalu lintas saat warna merah, membuatnya semakin heran. Dia hanya membatin dengan suara yang terdengar oleh orang yang duduk sebelahnya, “padahal banyak polisi, orang orang Indonesia sangat berani ya”, begitu kesan yang ditangkapnya.
6) Bakul Telor "Kulakan" dengan Sepeda Motor
Apakah ini termasih kelihaian atau kenekatan, saya tidak bisa menjawab dengan baik saat Mio chan menunjuk pengendara sepeda motor dengan muatan sarat telor. “Asal tidak mengganggu pengendara lain, tidak apa-apa Mio”. Saya memberikan jawaban sekenanya. Hehehe…salah mungkin ya, karena memang sangat beresiko tinggi, kalau motor itu senggolan sedikit saja dengan pengendara lain, akan menjadi kerugian yang besar pada semua pengguna jalan.
Selama tinggal di Surabaya yang asing sama sekali bagi Mio chan, terselip harapan agar dia digemari orang Indonesa, terutaa anak-anak mudanya, seperti produk motor dari negaranya. Dia juga Berharap dengan memahami pola pikir orang Indonesia dan keberagaman situasi kondisi Indonesia, bisa menjadikan dirinya lebih “kaya” dari anak muda Jepang yang lain.
Dari rasa penasaran Mio chan ini mungkin kita bisa juga tersadar, bagaimana rupa dan wajah sosial masyarakat Suroboyo ini terkesan di mata orang asing. Semoga plus minus kesan yang ditangkap dari Suroboyo yang kali ini menjadi wakil dari situasi dan kondisi Indonesia pada umumnya, bisa menjadi referensi yang lebih baik untuk terjalinnya persahabatan antara Jepang dan Indonesia.
*) Keterangan Gambar: Bakul telor kulakan pake motor (koleksi pribadi)