Lihat ke Halaman Asli

Ngekos: Dari Ogah Jadi Nagih

Diperbarui: 24 Juni 2015   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak duduk di bangku SMP hingga SMA saya sudah tinggal jauh dari orang tua. Hal tersebut karena pekerjaan orang tua yang mengharuskan berpindah dari  satu kota ke kota yang lain dalam kurun waktu tertentu.  Karena trauma berpindah pindah sekolah saat SD maka saya memutuskan untuk hidup mandiri di kota orang. Pilihan ngekos menjadi opsi pertama, namun karena usia saya yang masih ABG alias Anak Baru Gede maka orang tua masih setengah hati melepas saya. Alhasil saya dimasukkan di sebuah pondok pesantren.

Walaupun berada di sebuah pondok pesantren namun saya menyebutnya sebagai ngekos dengan kemasan yang berbeda. Cuman bedanya adalah di pondok pesantren memiliki sistem yang harus dipatuhi seluruh penghuni nya. Semua hal sangat sama dengan prinsip ngekos terutama masalah Kemandirian. Kemandirian mutlak harus dimiliki oleh setiap anak kos/ anak pondok. Kenapa? karena disinilah tanggung jawab mulai dilatih, minimal bertanggung jawab pada diri sendiri. Apa saja nilai yang bisa saya pelajari selama 6  tahun menjadi anak kos?

Sabar Menanti

Kehidupan semua berawal bahkan sejak bangun tidur, karena tak lagi ada yang membangunkan.  Disini saya harus belajar me-manage waktu. Bangun subuh untuk sholat dan mengantri mandi. Maklum kan anak kos selalu tak pernah melewatkan ritual antri mandi. Namun disinilah serunya karena terdapat peraturan tidak tertulis yang menyebutkan bahwa barang siapa yang mandi terlebih dahulu maka dia yang berkuasa atas kamar mandi itu. Artinya dia berhak memberikan antrian mandi selanjutnya pada orang orang yang dikehendakinya. Wah repot ya. Itu baru mandi, setelah mandi tentu saja antri setrika baju. Ini tak kalah riweh karena hanya tersedia beberapa colokan saja untuk berpuluh puluh anak kos. Kuncinya adalah sabar menanti.

Bersosialisasi itu penting !

Bergaul dengan sesama teman kos baik  itu sekamar atau tetangga sangatlah penting. Tentu saja karena separuh waktu kita dihabiskan bersama mereka. Merekalah yang paling dekat dengan kita selagi jauh dari orang tua. Saat sakit merekalah orang yang pertama kali menanyakan atau bahkan memberikan obat. Namun resiko lain tentu saja ada, misalnya saja merasa tidak  cocok dengan si A atau si B. Namun itu wajar, dan justru saya belajar banyak untuk bisa beradaptasi dan menjalin hubungan baik dengan mereka. Bahkan saya tak sadar seiring waktu berlalu saya sudah menganggap mereka sebagai keluarga saya sendiri. Apalagi jika ada teman kos yang memang satu kelas, sehingga sangat membantu dalam mengerjakan PR atau tugas. Lumayan kannn

Mematuhi Peraturan

Namanya juga tinggal di wilayah orang. Tentu saja terdapat sejumlah peraturan yang diterapkan. Menjadi anak kos bukan berarti terkekang dengan peraturan. Namun sekali lagi disinilah saya belajar mengenai menghormati hak hak orang lain. Misalnya saja peraturan yang sangat simple, "Kran harap dimatikan saat keluar kamar mandi". Walaupun ini sangat remeh namun dengan menaati peraturan 'menutup keran' tersebut berarti saya memberikan hak orang lain untuk kebagian air. Kalo enggak begitu biasanya aliran air menjadi mampet dan tersendat. Akibatnya menyengsarakan semua penghuni kos.

Itu dia beberapa nilai nilai yang saya dapatkan selama menjadi anak kos selama 6 tahun. Awalnya memang berat sekali untuk mandiri apalagi saat itu saya masih kecil. Bebberapa bulan pertama selalu ingin menyerah namun akhirnya nagih. Buktinya saat SMA saya mengajukan diri pada orang tua untuk menjadi anak kos lagi. Dan saya sangat menikmati suka duka nya.

@paramadinadino




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline