Lihat ke Halaman Asli

Papariza

Dosen Pertanian Organik

Kuwariskan Polis Asuransi

Diperbarui: 17 Januari 2016   19:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di negeri kita yang hebat dan kaya raya ini, asuransi adalah salah satu kata yang unik. Buat orang kaya, asuransi adalah perlindungan. Sekaligus mainan investasinya, portofolio katanya. Namu, bagi orang tidak punya, asuransi adalah barang mewah. Bahkan dalam mimpinya pun tidak pernah muncul makna asuransi ini. Buat apa asuransi, buat makan saja masih penuh tanda tanya setiap harinya. Buat kalangan menengah, asuransi menjadi topik yang hangat diobrolkan. Semacam life style, padahal bukan.

Saya sendiri termasuk penyuka asuransi. Bukan hanya karena saya agen asuransi (hehe..ya iyalah). Yang pernah menikmati banyak hal menyenangkan dalam dunia asuransi. Saya merasa bahwa hidup ini tanpa polis asuransi seperti naik mobil mewah yang tidak punya ban serep. Bayangkan sendiri pedihnya, kala salah satu ban mobil mewah itu kempes ditengah jalan. Terlambat sudah menyadari pentingnya ban serep itu, ketika momen sial itu terjadi. Seorang teman saya tawari uang 500 ribu, agar dia mau ke kantor naik mobilnya tanpa ban serep seminggu saja. Dia jawab, "Lo gila kali ya.."  Hahaha.. ditawari duit malah bilang saya tidak waras. 

Dalam sebuah obrolan ringan dengan teman lama, saya melontarkan sebuah pertanyaan aneh. "Bro, seandainya..misalkan nih. Kemarin lo meninggal. Lo bakal mewariskan apa ke keluarga lo?" Dahi teman saya berkerut, banget lagi. "Apa maksudmu tanya seperti itu?" Saya tersenyum, "Kan ini misal, nyatanya kan lo masih hidup sekarang. Umpama aja, kemaren lo udah dipanggil sama yang diatas...anak istrimu dapet apaan?"  Dia terdiam. Entah mikir, entah bingung.

Lalu kita berdua mulai coret-coret diatas kertas. "Iya, ngga ada. Rumah masih kontrak. Cicilan motor jadi tanggungan istri. Biaya anak-anak sekolah, biaya hidup, musti ditanggung sama istri. Kasihan.." Dia menatap saya. "Sama bro, saya juga gitu. Istriku harus kerja, padahal selama ini dia cuma ibu rumah tangga. Anak-anak pasti berhenti sekolahnya, kalo ga ada subsidi. Yang paling masuk akal sih, jadi tanggungan mertuaku.."  

"Jadi mikir nih. Padahal aku selama ini merasa ga ada msalah. Hidupku fine aja. Istri dan anak-anak sehat. Semuanya OK. Kita ngerasa hidup ini nyaman banget, meskipun musti kontrak dan nyicil motor.." sambatnya lagi. "Nah, mumpung kita masih sehat. Ga sakit dan belum mampus, kita buat solusi bro, gimana?" ujar saya tertawa kecil. Dia memajukan badan, seperti ingin tahu.

"Kita asuransikan diri kita bro. Kita beli polis asuransi yang iurannya terjangkau. Yang mampu kita bayar setiap bulannya atau setiap tahunnya. Misalkan 500 ribu atau 1 juta sebulan. Nah, di asuransi itu ada Uang pertanggungan, kalau kita meninggal keluarga kita akan mendapatkan sejumlah uang. Jadi kita bilang sama keluarga, bila kita terpaksa wafat duluan, Kuwariskan polis asuransi ini kepada kalian.."

Inilah salah satu manfaat asuransi, mengganti resiko kehilangan sumber ekonomi ketika kepala keluarga tidak ada. Anak-anak bisa tetap sekolah, istri bisa tetap melanjutkan hidup dengan uang yang ada. Tentu sambil cari kerja, setidaknya punya modal kalau mau buka usaha. Yang pasti, tidak harus merepotkaan mertua lagi karena cucu-cucunya kehilangan ayah.

3 Minggu kemudian, teman saya memutuskan untuk membeli polis pertamanya. Dengan senang hati tentunya.

Semoga kita semua mulai memikirkan 'ban serep' hidup kita. Asuransi. :)

 

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline