Lihat ke Halaman Asli

bornok situmorang

Pria Paroh Baya

Etika dan Moral: Atap dan Pondasi Peradaban

Diperbarui: 5 Maret 2024   22:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belakangan ini etika dan moral menjadi topik pembicaraan yang begitu hangat.  Sulit disanggah, pemicunya adalah putusan MK bernomor sembilan puluh itu.  Saya katakan, pemicu.  Ya pemicu!.  Padahal, kalau kita cermati semenjak smartphone atau gadget merasuki seluruh sendi kehidupan kita, etika dan moral ini sudah mulai diabaikan, dilupakan bahkan disingkirkan dari peradaban kita.

Belakangan ini, kita terkesima dengan cara baru, tatanan baru bahkan peradaban baru yang semuanya berorientasi pada sokongan kemajuan teknologi.  Dengan alasan kehematan dan kepraktisan, kita kagum dengan kecanggihan teknologi, gemerlapnya hasil rekayasa kecerdasan buatan dan seabrek kenyamanan yang bisa kita nikmati dari itu semua.

Hari-hari ini semakin banyak penikmat sajian yang diracik dari  kecerdasan buatan ini.  Perhatikanlah, tiktok memfasilitasi 'kreatifitas' tiada batas, berbagai aplikasi lain juga menawarkan hal yang serupa.  Tentu dibalik itu semua ada ganjaran sejumlah cuan yang dapat diperoleh.

Coba perhatikan.  Demi cuan, orang rela berlagak apa pun.  Biasanya menonjolkan hal-hal yang menarik, memanjakan mata dan mengundang rasa kagum atau juga rasa penasaran sehingga setiap orang tergoda untuk melihatnya. 

Tidak usah berbicara tentang kesopanan, kepantasan apalagi etika dan moralitas.  Anda akan habis dibully dan dikatakan munafik.  Karena sekarang ini yang dibutuhkan adalah cuan.  Soal isi dan konten, itu urusan masing-masing pribadi, yang penting menarik dan mengundang rasa penasaran sehingga banyak view dan like dari netizen.  Perlu kita sadari, itulah cara kerja kaum kapitalis dan kita yang berperilaku demikian sudah pantas disebut sebagai kaum kapitalis yang menghalalkan segala cara demi cuan.

Mungkin kita berfikir bahwa semua itu terjadi di dunia maya.  Namun faktanya, itulah gambaran peradaban kita saat ini.  Itu memang terlihat di dunia maya, tetapi pelaku kontennya tetaplah manusia.  Maka apa yang ditampilkan di dunia maya sesungguhnya adalah gambaran peradaban manusia itu sendiri.

Sebagai bagian dari kaum kapitalis atau setidaknya berada di antara kaum kapitalis atau mungkin baru mulai melek dengan sistem kerja kapitalis.  Kita akan semakin banyak menyaksikan tingkah-tingkah yang otoriter.  Karena otoritas hanya akan dimiliki oleh kaum kapitalis. Setiap orang pun akan berotoritas pada dirinya untuk melakukan apa saja.  Bagi kaum kapitalis, modal adalah syarat utama untuk dapat berbuat apa saja.  Modal itu dapat berupa uang, kuasa, keistimewaan, kesempatan dan lain-lain.  Maka jangan heran, semua orang akan berlomba-lomba mengejar 'modal' ini, agar memiliki otoritas yang lebih besar.  Maka peristiwa 'pemicu' perdebatan moral dan etika yang disinggung pada kalimat kedua di paragraf pertama tulisan ini tak lain tak bukan dalam rangka mengejar 'modal kekuasaan'.

Sekarang, perhatikanlah praktik etika dan moral di tengah-tengah keseharianmu.  Mulailah dari diri sendiri.  Sejauh mana jalan-jalan pintas yang ditawarkan kaum kapitalis belakangan ini mempengaruhimu untuk ikut arus dan setuju dengan tawaran yang menggiurkan: "kepraktisan dan kehematan".

Tidak bisa disangkal.  Faktor cuan atau ekonomi sudah menjadi pertimbangan utama dari dulu.  Tentu saja belakangan ini porsi atau dosisnya semakin tinggi.   Maka setiap kegiatan kita akan selalu dipertimbangkan dari sisi keekonomiannya.  Keekonomian berbicara tentang untung rugi atau setidak-tidaknya manfaat apa yang bisa diperoleh.  Maka kehidupan kita akan berjalan dalam rel yang bertata cara demikian.

Maka tidak usah heran jika: moral dan etika akan semakin riuh dan viral dalam ruang lingkup perdebatan saja.  Tetapi secara praktik perilaku dan tutur, moral dan etika akan semakin lenyap.  Sangat dimungkinkan, karena realitas akan selalu mengalahkan hal-hal yang ideal seperti Moral dan Etika. Maka kita harus bersiap kehilangan atap dan pondasi peradaban kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline