Paling tidak ini terjadi di kotaku, di mana secara mengagetkan para kepala sekolah/madrasah berusaha keras menempatkan diri pula sebagai peserta sertifikasi guru dalam jabatan, dan senang bisa menyalip kesempatan guru-gurunya. Apa lupa ya, yang lebih diperlukan oleh kepala sekolah/madrasah mengatasi berbagai persoalan seperti ini adalah bagaimana dia menjadi pemimpin guru-guru, bukan sekedar sebagai salah satu pesaing guru mencari sertifikat profesi pendidik.
Sebenarnya guru-guru paham, kepala sekolah/madrasah sejak pertama dilantik harus bertekad menjadi manajer baik sesuai tuntutan emaslim. Atau, berpegangan pada Permendiknas 13/2007 tanggal 27 April 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Ada lima dimensi kompetensi harus dipenuhi, meliputi: kepribadian, manajerial, supervisi, kewirausahaan, dan sosial yang dijabarkan ke dalam 33 kompetensi. Dimensi kepribadian enam kompetensi, dimensi manajerial 16 kompetensi, dimensi kewirausahaan lima kompetensi, dimensi supervisi tiga kompetensi, dan dimensi sosial tiga kompetensi. Guru-guru tidak yakin semua kepala sekolah/madrasah hapal 33 kompetensi tersebut guna menjalankan implementasinya.
Ini perlu diungkapkan agar kepala sekolah/madrasah mau membandingkan dengan ratusan kompetensi yang wajib dipenuhi guru dalam Permendiknas 16/2007 tanggal 4 Mei 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Maksudnya supaya siapapun tidak begitu mudah menyalahkan guru, ketika guru belum berhasil memenuhi ratusan kompetensinya itu walau telah berupaya dengan susah payah.
Oleh karena itu, kepala sekolah/madrasah sebagai atasan jangan keseringan mengancam guru dengan mengatas-namakan kekuasaan jabatan, agar guru menuruti apapun perintahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H