Sekolah Miskin yang Harus Dilarang Bukan Muridnya
Ampun pemerintah, dunia pendidikan kita dengan cepat telah kau ubah. Sekolah-sekolah kita pun menjadi lebih kompetitif dan dinamis. Runtuh sudah cara-cara tradisional demi membangun mutu tinggi sekolah, jika mereka mau tetap eksis.
Untuk itu, banyak daftar kebutuhan yang disodorkan kepada manajemen sekolah demi menyongsong masa depan dunia, seperti termuat dalam SNP, agar sekolah mampu menyerap program SSN, rSBI dll. Tapi jawabannya tetap terpulang pada bagaimana sekolah mampu mengusahakan pendanaan secara mandiri, sesuai UU BHP.
Padahal biaya menciptakan pendidikan bermutu tinggi tanpa disubsidi pemerintah tidak akan pernah murah apalagi gratis. Sekolah jadi mahal, lalu siswa miskin dilarang masuk.
Miskinkah sekolah yang menggantungkan diri semata-mata pada bantuan dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah? Sebab, idealnya bagaimanapun keadaan keuangan Pemerintah, keadaan keuangan sekolah harus tetap lebih baik, sehingga tidak pernah mengalami kekurangan dana dalam mempertahankan mutu. Dan tidak terlalu bernafsu mengeruk dana dari orangtua siswa.
Untuk itu, sekolah diniscayakan membentuk unit-unit usaha sebagai kegiatan yang mendatangkan penghasilan. Walaupun demikian, wajib diawasi dan dicegah agar penggalian dana yang dilakukan oleh sekolah-sekolah negeri, tidak berubah menjadi suatu usaha untuk melakukan swastanisasi biaya sekolah.
Belajar dari pemikiran itu, masihkah ada hasrat mendirikan sekolah, jika tidak berkualitas? Buat apa mempertahankan keberadaannya, kalau yang tersisa hanya idealisme pendirinya, sedangkan para penerusnya seratus persen menjadi beban orangtua siswa?
Sekolah yang menjalankan proses pendidikan bagaikan hidup segan mati pun enggan, pasti tidak banyak memberi manfaat, malah menyulitkan banyak orang. Para tenaga pendidik, tenaga kependidikan, siswa, dan orangtua siswa.
Kondisi runyam yang demikian itu akan semakin diperparah lagi oleh sikap para pengelolanya, apabila mereka masih terperangkap oleh nostalgia kesuksesan masa lalu. Dan tidak segera bertindak melakukan reformasi, malah tenang-tenang sehingga sering ditinggal lajunya perubahan.
Atau, mereka membanggakan diri karena menjadi tumpuan harapan para siswa miskin yang dilarang masuk sekolah bermutu, dan oleh karena itu, mahal.
Tetapi, itu tadi adalah cara berpikir kemarin yang masih dipakai untuk memecahkan masalah sekarang bukan? Sebab, justru rakyat miskinlah yang harus diminta berbondong-bondong memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah negeri yang bermutu dan mahal itu dan pemerintah menanggung biayanya.