Mereka yang dibesarkan di jawa, khususnya jawa tengah pasti tak asing dengan tembang ilir-ilir yang dicipta Sunan Kalijaga. Melodi yang lembut, syair yang bermakna kuat telah menuai banyak simpati dan menjadikan lagu ini bagian dari folk music yang banyak digemari. Bagi anak-anak tembang ilir-ilir lebih dipahami sebagai lagu dolanan.
Sekalipun mungkin mereka tidak begitu paham siratan maknanya, namanya juga anak-anak, umumnya mereka anak pedesaan hafal syairnya. Tapi, lebih dari sekedar tembang dolanan, lagu ini dikenal juga sebagai lagu dakwah. Banyak dinyanyikan sebagai bagian dari musik religi. Tanya saja mbah google, akan banyak ditemukan streaming video versi religi atau campusari.
Tembang ilir-ilir tidak lepas dari peran Sunan Kalijaga dalam mengakomodasi budaya lokal untuk mengembangkan ajaran Islam. Kegemaran masyarakatt jawa akan seni musik, seni suara atau seni tradisionallain seperti pertunjukkan, menginspirasi sang wali melahirkan lagu ini.
Lagu ini sempat dipopulerkan kembali oleh kelompok musik dakwah kyai kanjeng. Dalam konteks tembang dakwah, meski tak sepopuler lagu tombo ati karya sunan Bonangyang melegenda serta banyak dinyanyikan sebagai shalawat tombo ati dakwah para ustad, tembang ilir-ilir tak kalah dalam maknanya untuk menggugah kehidupan manusia.
Berikut syair lagu 'Ilir-ilir' dan makna lagu yang mungkin bisa dipetik :
lir ilir lir ilir tandure wus sumilir / tak ijo royo royo / tak sengguh penganten anyar
(bangunlah, bangunlah, tanaman sudah bersemi / dan menghijau /bak pengantin baru)
Bangunlah bermakna asosiatif untuk segera bangkit. Bangun berasosiaisi juga dengan pagi hari yang bersimbol untuk mengawali hari yang baru. Bangun dan mengawali dari keterpurukan, kemalasan atau kesalahan masa lalu. Memulai hari layaknya tanaman yang mulai bersemi (dan menghijau). Mengawali dengan penuh gairah bak pengantin baru.
cah angon cah angon penekno blimbing kuwi / lunyu-luny penekno kanggo mbasuh dodot iro
(anak gembala, anak gembala panjatlah pohon belimbing itu / sekalipun licin (tetap) panjatlah, untuk membersihkan bajumu)
Kenapa pula 'cah angon' ? Bukan 'pak DPR' atau 'pak Menteri'? Pasti bukan karena 'pak DPR' atau menteri tidak pinter manjat pohon (belimbing), atau karena mereka lebih pinter manjat proyek hehe...
Cah angon sejatinya bersimbol pada penggembalaan hati. Fitrah manusia untuk mengendalikan (hawa) nafsu. Bagi umat Islam bulan ramadhan menjadi puncak segala pengendalian itu, untuk menggapai (buah) belimbing. Buah gerigi lima dengan makna rukun Islam. Sekalipun harus susah payah untuk mencapainya, atau licin jalannya. Tetapkanlah hati untuk memperolehnya. Semua diperlukan untuk membasuh dan mencuci (pakaian) diri, membasuh ketakwaan, membersihkan dari (hawa) nafsu atau kesalahan masa lalu.
Dodot iro dodot iro kumintir bedah ing pinggir /Dondomono jrumatono kanggo seba mengko sore
(Bajumu, bajumu sudah koyak di samping / jahitlah, benahilah untuk menghadap nanti sore)
Baju disimbolisasi sebagai iman, takwa atau kesetiaan yang telah koyak dan berlubang. Jadi dondomono.. jahitlah... jrumatono... benahi dan rawatlahuntuk bekal saat nanti menghadap (Allah Swt).
mumpung padang rembulane /mumpung jembar kalangane / yo surak’o surak hiyo
(Mumpung bulan [masih] bersinar terang /mumpung [masih] banyak waktu luang /maka bersoraklah dengan sorak iya)
Semua yang harus dicapai itu lakukan saat ini juga. Selagi pikiran masih terang... mumpung padang rembulane... selagi banyak waktu luang... mumpung jembar kalangane. Dan jika ada yang mengingatkan... bersorak dan berkatalah dengan sorakan iya..!
Mungkin itu bukan satu2nya makna tersirat dalam lagu Ilir-ilir. Ada beberapa kajian yang memberi makna asosiatif berbeda. Tapi umumnya makna ini tidak jauh dari ajakan untuk bangkit dan membersihkan hati. Merevisi kesalahan diri. Makna yang menarik banyak antusiasme musikus-sastra.
Carrol McLaughlin, profesor harpa dari Arizona University kagum dengan tembang ini dan sering memainkannya. Maya Hasan, pemain harpa Indonesia pernah mengatakan sangat ingin mengerti filosofi lagu ini. Mereka, bersama Hiroko Saito (Jepang), Kellie Marie Cousineau (Amerika Serikat), dan Lizary Rodrigues (Puerto Rico) pernah berusaha menerjemahkannya dalam musik Jazz pada konser musik 'Harp to Heart'.
Sekedar refleksi diri di akhir pekan ramadhan.
dirangkum dari berbagai tulisan.
02.08.2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H