Lihat ke Halaman Asli

Perlukah Elektabilitas Calon Pemimpin?

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut sebuah survey antah berantah, elektabilitas tokoh-tokoh non media (tidak memiliki media) cenderung lebih tinggi dibanding para tokoh pemilik media. Padahal media adalah salah satu sarana yang  sangat penting dalam meraih ketersukaan masyarakat kepada tokoh-tokohnya. Ditambah dengan sebaran divisi setiap medianya. Setiap media minimal memiliki lebih dari 3 (tiga) divisi, cetak, digital, tv, radio. Namun apa pasal elektabilitas para tokoh pemilik media ini masih di bawah para tokoh yang tanpa dukungan media? Apakah yang terjadi?

Di luar akurasi survey yang dilakukan oleh siapapun, sebagian masyarakat saat ini sudah jauh lebih cerdas dalam memilih calon-calon pemimpin masa depan. Pengaruh para kritikus, komentator yang dikerahkan oleh para kandidat juga berperan penting dalam mendongkrak elektabilitas seorang tokoh. Seperti misalnya seorang tokoh yang memiliki tim sendiri untuk mendongkrak elektabilitasnya di ranah sosmed. Dengan berbagai cara mereka lakukan agar target terpenuhi. Tidak beda dengan kandidat-kandidat lainnya. Tim mereka saling beradu argumen siapa yang layak untuk memimpin. Sayangnya persaingan ini seringkali dilakukan dengan cara-cara tidak layak. Berbagai cara mereka lakukan, baik itu kampanye hitam, menghujat, memaki hingga mencela pribadi tokohnya. Padahal bila mau dicermati kembali, bahwa berpolitik itu adalah proses pembelajaran bagi semua elemen di negeri ini untuk bisa menerima banyak perbedaan. Kemudian merealisasikannya dalam bentuk sinergi yang sehat demi kemaslahatan masyarakat luas.

Bila ditelusuri satu persatu rekam jejak para kandidat di atas, hanya segelintir yang benar-benar bekerja untuk kepentingan rakyat, selebihnya hanya pencitraan. Ada yang wajahnya sering wara-wiri di layar kaca kita, koran, spanduk, baliho, hingga stiker di tembok-tembok pinggir jalan. Namun hakikatnya kebanyakan komunikasi mereka hanya searah, sangat minim yang benar-benar berkomunikasi dua arah. Ketika bursa calon pemimpin dibuka, barulah mereka sekeluarga bedol desa ke kampung-kampung, pasar-pasar tradisional hingga ke comberan. Demi sebuah pencitraan instan. Bagi yang tidak terbiasa dengan aktivitas yang menguras fisik ini paling banter 1-2 kali blusukan sudah ngap-ngapan, selebihnya masyarakat disumpal dengan berbagai cara pencitraan hingga berkesan mereka dekat dengan rakyat.

Peran Penting Media

Tanggung jawab sebuah perusahaan atau korporat sudah banyak dilakukan melalui programam CSR (Corporate Social Responsbility). Program ini merupakan program perusahaan untuk masyarakat. Bisa berupa kegiatan sosial, santunan hingga pelatihan gratis untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Program ini didanai oleh perusahaan yang mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk masyarakat. Namun, itu saja tidak cukup, terutama bagi perusahaan media. Peran paling penting media kepada masyarakat adalah ketika produk atau program acaranya memberikan banyak manfaat bagi kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat. Memberikan informasi yang akurat, jujur dan terpercaya. Jadi tidak semata berisi hiburan dan gosip semata. Setidaknya porsi bagi keberlangsungan kecerdasan dan kesejahteraan masyarakat jauh lebih besar. Sedangkan faktanya kita masih saja disuguhi produk atau program sampah dari pagi hingga malam.

Bisa jadi karena faktor-faktor di atas, elektabilitas sebagian tokoh pemilik media tidak setinggi para tokoh non media (tidak memiliki media). Belum lagi beberapa tokoh non media pada dasarnya memang merakyat dalam kesehariannya, bahkan ketika tidak ada pilkada atau pemilu sekalipun. Hanya saja nampaknya media enggan meliputnya, karena tidak ada keuntungan yang didapat untuk mereka.

Masyarakat sudah jauh lebih cerdas, mereka sudah belajar bagaimana menilai calon pemimpin mereka. Walau hasil survey bukanlah barometer utama sebuah kemenangan tapi lebih kepada memberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan ke depannya.

Akhir kata, ini adalah opini semata. Dengan keterbatasan berpikir saya yang kurang berilmu ini, mohon pencerahannya, bukan makian, hujatan apalagi pentakfiran :)

Wallahu’alam

Sawangan 20140312




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline